“Setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh” (Gal 3:7-14; Mzm 111:1-4; Luk 11:15-26)


“Tetapi ada di antara mereka yang berkata: "Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan." Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga kepada-Nya, untuk mencobai Dia. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul. Jadi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Sebab itu merekalah yang akan menjadi hakimmu. Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Apabila seorang yang kuat dan yang lengkap bersenjata menjaga rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat dari padanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya. Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan." "Apabila roh jahat keluar dari manusia, ia pun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian, dan karena ia tidak mendapatnya, ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu bersih tersapu dan rapi teratur.Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya, dan mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula."(Luk 11:15-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Tidak sedikit rumah tangga atau keluarga yang terpecah-pecah, entah karena soal pembagian warisan atau sebab lain, yang menunjukkan kegagalan orangtua atau suami-isteri dalam mendidik dan mendampingi anak-anaknya. Pengalaman perpecahan di dalam keluarga pada umumnya juga terbawa ke dalam kehidupan bersama yang lebih luas, seperti masyarakat, tempat kerja atau tempat kegiatan sosial maupun keagamaan. Perpecahan itu muncul karena masing-masing pihak saling melihat dan membesarkan kesalahan dan kekurangan masing-masing.
Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk tidak saling menuduh atau menyalahkan satu sama lain dalam kehidupan bersama jika kita mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera secara lahir maupun batin, phisik maupun spiritual. Marilah kita saling melihat, mengangkat dan mengakui segala kebaikan, keunggulan, kelebihan masing-masing alias senantiasa berpikiran positif terhadap saudara-saudari kita. Kami percaya dalam diri kita masing-masing apa yang baik, luhur, mulia, indah lebih banyak daripada apa yang buruk, remeh, amburadul, maka marilah kita sinerjikan apa yang positif dalam diri kita masing-masing guna membangun kebersamaan hidup yang baik dan sejahtera. Ingatlah dan hayati bahwa segala sesuatu yang baik, indah, luhur dan mulia adalah karya Tuhan dalam ciptaan-ciptaan-Nya.

· “Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham. Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: "Olehmu segala bangsa akan diberkati.”(Gal 3:7-8) , demikian peringatan Paulus kepada umat di Galatia, kepada kita semua umat beriman. Sebagai umat beriman, entah agama atau keyakinannya apapun, adalah ‘anak-anak Abraham’, dan sebagai sesama anak-anak Abraham kita dipanggil untuk hidup bersama dalam persaudaraan atau persahabatan sejati. Marilah kita hayati apa yang sama di antara kita secara mendalam, sehingga apa yang berbeda di antara kita akan fungsional untuk memperdalam dan memperkokoh persaudaraan atau persahabatan. Yang sama diantara kita antara lain sama-sama manusia ciptaan Allah, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra-Nya, yang mendambakan hidup damai, sejahtera dan selamat baik selama di dunia ini maupun di akherat nanti. Marilah kita tunjukkan bahwa masing-masing dari kita adalah gambar atau citra Allah, artinya melalui cara hidup dan cara bertindak kita orang lain dapat melihat Allah yang berkarya dan tergerak untuk semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, semakin menghayati diri sebagai ‘anak-anak Abraham’. Biarlah semua bangsa atau semua manusia di bumi ini terberkati, dan dengan demikian semuanya hidup bahagia, gembira, ceria dan damai sejahtera. Kami berharap para pemimpin atau mereka yang berpengaruh dalam hidup bersama dapat menjadi teladan dalam usaha dan penghayatan membangun persaudaraan atau persahabatan sejati.

“Haleluya! Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah. Besar perbuatan-perbuatan TUHAN, layak diselidiki oleh semua orang yang menyukainya. Agung dan bersemarak pekerjaan-Nya, dan keadilan-Nya tetap untuk selamanya. Perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dijadikan-Nya peringatan; TUHAN itu pengasih dan penyayang” (Mzm 111:1-4)



Jakarta, 8 Oktober 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ

HOMILI: PW. SP. Maria Ratu Rosario


“Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Gal 3:1-5; MT Luk 1:69-75; Luk 11:5-13)

“Lalu kata-Nya kepada mereka: "Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara. Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”
(Luk 11:5-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta SP Maria, Ratu Rosario, hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Entah sudah berapa kali kita semua berdoa rosario dalam berbagai kesempatan, kiranya tidak ada seorangpun di antara kita yang sempat menghitungnya. Berdoa rosario berarti mengulang-ulang doa-doa pokok: Bapa Kami, Salam Maria dan Kemuliaan. Refleksi bagi kita semua: sejauh mana isi doa tersebut menjiwai atau menghidupi cara hidup dan cara bertindak kita masing-masing? Bukankah inti dari doa-doa tersebut kurang lebih kita ‘mohon Roh Kudus dari Allah untuk menghidupi atau menjiwai kita’, sehingga kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah atau bisikan Roh Kudus. Hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah atau bisikan Roh Kudus berarti menghayati isi doa-doa tersebut di atas, antara lain: senantiasa memulikan Nama Allah dalam hidup sehari-hari, hidup bersaudara dan bersahabat dengan siapapun tanpa pandang bulu, hidup sederhana, senantiasa mengampuni mereka yang menyalahi atau menyakiti kita, hidup taat dan setia pada panggilan dan pengutusan sebagaimana dihayati oleh Bunda Maria, dst.. Kita senantiasa bergembira, ceria dan bergairah menghadapi tantangan, hambatan dan masalah apapun dan dimanapun karena Roh Kudus menyertai dan menghidupi diri kita. Maka hendaknya dalam berdoa kita senantiasa dengan rendah hati mohon terang, kekuatan dan rahmat Roh Kudus.

· “Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu?” (Gal 3:1), demikian peringatan Paulus kepada umat di Galatia , kepada kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus. Kita diingatkan untuk senantiasa menatap dan merenungkan Yesus yang tergantung di kayu salib, yang ada di depan kita. Dengan kata lain kita diingatkan untuk senantiasa mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, melalui sesama, tugas, panggilan dan pekerjaan kita sehari-hari, meneladan Yesus yang mempersembahkan Diri seutuhnya, dengan menderita dan wafat di kayu salib demi keselamatan seluruh umat manusia dan dunia. Kita diharapkan dengan bekerja keras dalam melaksanakan tugas pengutusan/pekerjaan maupun menghayati panggilan kita masing-masing. “Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti, Balai Pustaka Jakarta 1997, hal 10). Maka marilah kita senantiasa memiliki dan menghayati apa yang dikatakan oleh Bapak Mihell Suharli dalam bukunya “HABIT”, yaitu “Kebiasaan pertama PEMENANG adalah terbiasa melakukan hal-hal positif (POSITIVISME). Kebiasaan Positivisme meliputi kebiasaan berpikir positif, bermental positif, berhati positif, beremosi positif, bertindak positif, berkata-kata positif dan berkeyakinan positif” (hal 4). Menghayati kebiasaan ini dalam hidup dan bertindak setiap hari berarti hidup dan dijiwai oleh Roh Kudus.

“Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, -- seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus -- untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita” (Luk 1:69-75)

Jakarta, 7 Oktober 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ

“Tuhan ajarilah kami berdoa” (Gal 2:1-2.7-14; Mzm 117:1-2; Luk 11:1-4)

“Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: "Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya." Jawab Yesus kepada mereka: "Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan." (Luk 11:1-4), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Ada orang ketika berdoa begitu panjang, bertele-tele dan berbelit-belit. Doa Bapa Kami yang diajarkan oleh Yesus, sebagai acuan cara berdoa kita, begitu singkat, sederhana dan mudah dimengerti, karena isinya adalah kebutuhan hidup kita sehari-hari. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda semua jika berdoa hendaknya singkat dan sederhana saja atau mungkin dapat berpedoman pada doa umat sebagaimana diatur dalam Perayaan Ekaristi hari Minggu, yaitu ada empat ujud utama: berdoa bagi pemimpin Negara atau pemerintahan, bagi pemimpin Gereja, bagi mereka yang miskin dan berkekurangan serta bagi diri kita senidri. Mungkin baik kita mawas diri perihal doa bagi diri sendiri dengan cermin doa yang diajarkan oleh Yesus, yaitu “Berikanlah kami setiap hari, makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami”. Kita mohon kepada Tuhan agar kita hidup sederhana, tidak serakah dan aneh-aneh atau berfoya-foya. Jika masing-masing dari kita dapat hidup secara sederhana kiranya tidak ada lagi saudara-saudari kita yang kelaparan atau kehausan alias menderita dalam hal makanan dan minuman, namun karena ada sementara orang yang serakah, berfoya-foya serta bersikap mental pengumpul maka ada cukup banyak orang yang berkekurangan. Kita juga diharapkan hidup dalam saling mengampuni dan mengasihi setiap hari di manapun dan kapanpun. Percayalah jika kita mohon hidup sederhana maupun hidup saling mengampuni pasti akan dikabulkan oleh Tuhan, memang yang dibutuhkan adalah kesiap-sediaan kita untuk pengabulan doa tersebut alias berusaha dengan seoptimal mungkin untuk hidup sederhana serta saling mengampuni.

· “Setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat; hanya kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya” (Gal 2:9-10), demikian kesakisan iman Paulus kepada umat di Galatia. “Kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya”, inilah kiranya yang harus kita hayati bersama-sama sebagai umat beriman. Marilah kita perhatikan orang-orang miskin di lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing. Secara khusus kami berseru kepada para penentu kebijakan hidup bersama, misalnya kepala Negara atau pemerintahan di tingkat apapun untuk senantiasa memperhatikan mereka yang miskin, berpihak kepada yang miskin dan berkekurangan. Jika masih ada orang miskin dan menderita di wilayah pemerntahan anda berarti anda gagal dalam melaksanakan tugas. Marilah kita senatiasa berusaha untuk lebih menjadi ‘abdi rakyat’ bukan ‘abdi negara’, yang berarti senantiasa memperhatikan kepentingan rakyat, mengusahakan agar rakyat dapat hidup sejahtera, damai dan bahagia. Kepada para politici kami harapkan berjuang dengan motto ‘bonum commune’ (=demi kesejahteraan atau kebahagiaan umum), bukan demi diri sendiri atau kelompoknya saja. Secara pribadi marilah masing-masing dari kita, mungkin dari kekurangan kita, memperhatikan mereka yang lebih miskin dan berkekurangan dari kita. Memberi dari kekurangan itulah keutamaan, sedangkan memberi dari kelimpahan berarti melecehkan penerima, karena penerima menjadi tempat sampah. Hendaknya perhatian terhadap yang miskin dan berkekurangan tidak pandang bulu atau SARA.



“Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya! (Mzm 117)


Jakarta, 6 Oktober 2010

Romo. Ign. Sumarya, SJ

"Tuhan tidakkah Engkau peduli bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri?” (Gal. 1:13-24; Mzm. 139:1-3,13-14ab,14c-15; Luk. 10:38-42)

“Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku." Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (Luk 10:38-42), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Kisah Warta Gembira di atas ini sering menjadi inspirasi motto “Ora et laora” (=berdoa dan bekerja) atau “contemplativus in actione” (=menemukan Tuhan dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Tuhan). Mayoritas waktu dan tenaga kita kiranya lebih untuk bekerja daripada berdoa, maka baiklah kita mawas diri sejauh mana selama bekerja kita dijiwai oleh iman kita, sehingga dapat menghayati segala sesuatu dalam Tuhan. Memang ada orang bekerja keras tanpa kenal lelah dengan harapan dipuji orang lain, dengan kata lain bekerja untuk mencari pujian, dan ketika tidak dipuji atau tidak diperhatikan orang lain tidak mau bekerja atau marah-marah, mengeluh atau menggerutu seperti Marta. Menghayati segala sesuatu dalam Tuhan berarti dalam apapun yang kita kerjakan atau alami kita senantiasa bersama dan bersatu dengan Tuhan, dan dengan demikian kita hidup dan bekerja sesuai dengan kehendak Tuhan.


Hidup dan bekerja bersama Tuhan meskipun secara phisik dan sosial sendirian pasti tidak mengeluh atau menggerutu ketika harus menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah, melainkan tetap sabar, tenang, bergairah dan ceria. Memang agar dapat demikian kita tidak boleh melupakan untuk menyisihkan waktu dan tenaga secara khusus setiap hari untuk berdoa, berkomunikasi secara pribadi dengan Tuhan. Doa orang yang setia dan taat pada panggilan dan tugas pengutusannya alias bekerja keras sesuai dengan kewajibannya pada umumnya lebih berkwalitas daripada mereka yang bermalas-malas dalam melaksanakan tugas pengutusan. Sekali lagi kami ingatkan bagi kita semua bahwa hidup dan bekerja kehilangan kegairahan dan keceriaan kehilangan maknanya dan dengan demikian tidak menarik dan mempesona bagi orang lain. ·

“Mereka hanya mendengar, bahwa ia yang dahulu menganiaya mereka, sekarang memberitakan iman, yang pernah hendak dibinasakannya. Dan mereka memuliakan Allah karena aku” (Gal 1:23-24)
, demikian sharing pengalaman iman Paulus kepada umat di Galatia, kepada kita semua orang beriman. “Memberitakan iman” itulah kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan. Pemberitaan iman pertama-tama adalah melalui perilaku atau tindakan bukan omongan atau wacana. Maka marilah kita mawas diri apakah tindakan atau perilaku kita setiap hari sungguh memberitakan iman. Sebagai tanda bahwa cara hidup dan cara bertindak kita atau perilaku kita memberitakan iman adalah mereka yang melihat atau menyaksikan atau kena dampak perilaku kita tergerak untuk memuliakan Allah alias semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah. Dengan ini kami mengingatkan kita semua: hendaknya jangan membanggakan diri sebagai yang beragama, memiliki kedudukan atau jabatan khusus dalam hidup dan bekerja bersama, aktif dalam aneka kegiatan keagaamaan dst…jika perilaku kita tidak baik, tidak bermoral. Keunggulan hidup beriman atau sebagai murid Yesus Kristus adalah dalam tindakan atau perilaku yang baik dan berbudi pekerti luhur. Maka kami mengajak anda sekalian yang mengerti dan menguasai aneka nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan kehidupan secara intelektual, kami harapkan dengan rendah hati mentranformasikan nilai atau keutamaan tersebut kedalam tindakan atau perilaku. Semakin tahu banyak nilai atau keutamaan hendaknya juga semakin berperilaku dan bertindak baik, berbudi pekerti luhur. Dengan kata lain kami berharap kepada para pemimpin atau atasan dalam kehidupan dan kerja bersama dimanapun untuk menjadi teladan dalam penghayatan nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan kehidupan alias menjadi saksi-saksi iman dalam hidup sehari-hari.



“TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi.” (Mzm 139:1-3)


Jakarta, 5 Oktober 2010



Romo. Ign. Sumarya, SJ

HOMILI: PW. St. Fransiskus dari Assisi

“Apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"

(Gal 1:6-12; Luk 10:25-37)


“Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" (Luk 10:25-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini


Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Fransiskus dari Assisi hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· St.Fransiskus Assisi termashyur karena rahmat keutamaan kemiskinan yang diterimanya serta dihayati dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan. Ia meninggalkan kemewahan rumah dan keluarganya serta kemudian hidup miskin untuk meneladan Yesus yang miskin dan mempersembahkan diri seutuhnya bagi keselamatan jiwa orang lain. Ia penuh perhatian terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan serta menderita. Semuanya itu ia hayati atau laksanakan ‘untuk memperoleh hidup yang kekal’ bagi dirinya sendiri maupun orang lain yang dilayani. Ia sungguh memerangi sikap mental materialistis di dalam hidup sehari-hari.

Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian yang beriman kepada Yesus Kristus, marilah kita renungkan dan hayati perintah “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”. Yang mungkin mendesak dan sebagai bukti konkret bahwa kita mengasihi Allah adalah mengasihi sesama manusia. “Dan siapakah sesamaku manusia?’. Sesama kita yang nyata adalah mereka yang miskin dan berkekurangan atau menderita, maka marilah kita kasihi dan perhatikan mereka agar mereka dapat hidup bahagia dan damai sejahtera. Selain perhatian dan sapaan kasih hemat saya mereka juga membutuhkan bantuan berupa harta benda atau sarana-prasarana, maka dengan ini kami mengetok dan mengajak siapapun yang kaya atau berkecukupan dalam hal harta benda untuk solider terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan. Hayati aneka macam sarana-prasarana atau harta benda maupun uang sebagai jalan untuk memperoleh hidup yang kekal, ‘jalan ke sorga’. Semakin kaya akan harta benda atau uang hendaknya juga semakin sosial, semakin memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan.


· “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.” (Gal 1:10), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Galatia. Apa yang dikatakan oleh Paulus ini hendaknya menjadi permenungan atau refleksi kita. Apa yang kucari atau kuusahakan dengan bekerja keras, berjerih payah, memeras otak dan keringat setiap hari? Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk mencari dan mengusahakan apa yang berkenan kepada Allah, dan yang berkenan kepada Allah hemat saya adalah keselamatan jiwa manusia. Maka kami berharap keselamatan jiwa manusia menjadi barometer atau tolok-ukur keberhasilan karya dan pelayanan kita, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa mereka yang kita layani atau hidup bersama dengan kita setiap hari. Hendaknya jangan berhenti pada apa yang menyenangkan manusia belaka, apalagi mayoritas manusia zaman sekarang yang lebih bersikap mental materialistis dan egois, serta mendambakan kenikmatan-kenikmatan duniawi melulu, misalnya dalam hal makan dan minum maupun seksual. Mengutamakan keselamatan jiwa manusia ini hendaknya sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dan tentu saja dengan teladan konkret dari orangtua atau bapak ibu, yang telah saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh, yang antara lain menjadi nyata dalam hubungan seksual sebagai perwujudan kasih sejati. Bukankah dari saling mengasihi ini lahirlah jiwa manusia baru yang menggembirakan dan membahagiakan jiwa orangtua? Dengan ini kami juga berharap kepada rekan-rekan pengikut atau partisipan St.Fransiskus Asissi, entah imam, bruder, suster atau awam dapat menjadi teladan atau saksi penghayatan kaul/keutamaan kemiskinan di dalam hidup sehari-hari, dalam hidup maupun kerja bersama dimanapun dan kapanpun. Kepada para pengikut dan parsitipan St.Fransiskus Assisi kami ucapkan selamat berbahagia dan pesta.


“Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh, kokoh untuk seterusnya dan selamanya, dilakukan dalam kebenaran dan kejujuran.Dikirim-Nya kebebasan kepada umat-Nya, diperintahkan-Nya supaya perjanjian-Nya itu untuk selama-lamanya; nama-Nya kudus dan dahsyat. Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya.” (Mzm 111:7-10)


Jakarta, 4 Oktober 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ

Wilayah Kronelan: "NGUNDUH WOHING PAKERTI"

"Kalau tidak mau maju, ya jangan maju; Kalau ingin mundur, wah sudah nanggung, jadi harus terus maju."

Ungkapan ini menggambarkan semangat yang ingin terus dikembangkan oleh Wilayah St. Agustinus Kronelan. Meski baru memasuki bulan keenam sebagai wilayah Paroki Purbayan, namun perkembangan pesat dari wilayah ini mendapatkan tanggapan positif dari rekan-rekan wilayah lain serta romo paroki. Data terakhir menunjukkan adanya penambahan 2 KK Katolik sehingga kini jumlah warga St. Agustinus Kronelan sebanyak 78 KK Katolik.

Berbagai upaya dilakukan oleh para pengurus Wilayah ini, diantaranya dengan memberdayakan keberadaan lingkungan melalui pembentukan kepengurusan lingkungan sehingga diharapkan dapat hidup serta menghidupi lingkungannya masing-masing. Kepengurusan lingkungan ini terdiri atas 3 orang pengurus yaitu seorang ketua, sekretaris, serta bendahara, dan untuk operasional kegiatan masing-masing lingkungan diberi hibahan dana kas sebesar Rp 300.000,- dengan harapan agar kedepannya seiring dengan semakin banyaknya kegiatan kas lingkungan tersebut dapat semakin bertambah.

Kegiatan wilayah mulai giat dilakukan diantaranya pada bulan Mei yang lalu menyelenggarakan ziarah ke Gua Maria Puh Sarang, Kediri, dengan menggunakan kendaraan satu bus. Adapun kegiatan yang rutin dilakukan diantaranya latihan Kor bersama, setiap minggu malam, yang dihadiri oleh +/- 30 umat, berlaku sebagai dirigen yaitu Ibu Siska Amin Mulyono. Kegiatan lingkungan juga mulai dihidupkan, diantaranya doa bersama juga pendalaman iman. Kelancaran penyelenggaraan kegiatan tersebut serta semangat umat yang ada, sungguh merupakan anugerah yang tak terhingga, mengingat di wilayah Kronelan letak geografis antar umat satu dengan lainnya cukup jauh.

Kini kegiatan Misa Wilayah dapat rutin terselenggara, yaitu tiap hari Selasa Minggu IV. Dengan demikian kerinduan umat wilayah untuk mendapatkan kunjungan romo paroki terjawab sudah. Rm. A. Puja Harsana, SJ, Rm. P. Suradibrata, SJ, Rm. A. Warno Tribowo, SJ, adalah para romo yang telah bertugas memimpin Misa Wilayah, selain itu Fr Vincentius Haryanto, SJ memimpin ibadat sabda. Seluruh umat wilayah menjadi semakin tersemangati oleh kekaguman para romo terhadap antusias umat yang mengikuti misa wilayah tersebut. Hampir di setiap penyelenggaraan Misa Wilayah jumlah umat yang datang ke kapel Kronelan membludak. Satu masukan berharga yang dipesankan untuk umat Wilayah Kronelan yaitu bahwa penyelenggaraan misa wilayah ini tidak harus di kapel, umat secara bergantian boleh menyediakan kediamannya sebagai tempat penyelenggaraan misa wilayah. Hayo umat Kronelan..., siapa yang mau daftar?


Sumber: Pelegrina
Penulis: Om Willy Soen

HOMILI: Sabtu-Minggu, 02-03 Oktober 2010 Hari Minggu Biasa XXVII

Hari Minggu Biasa XXVII: Pkh 1:2-3; 2:2-4; 2Tim 1:6-8.13-14; Luk 17:5-10

“Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."

Jika memperhatikan atau mencermati para pekerja kasar, seperti mereka yang sering harus menggali jalanan yang keras di panas terik atau malam kelam, yang memanjat pohon atau gedung tinggi yang sarat dengan bahaya, dst.. , secara jujur kami sungguh kagum pada mereka. Mereka ini sedikit bicara dan banyak bekerja serta hanya mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasan-atasannya, dan apa yang dikerjakan berhasil atau sukses pada waktunya. Hal yang senada kiranya juga terjadi di antara para pemulung di TPA-TPA (=Tempat Pembuangan Akhir alias sampah), misalnya di Bantar Gebang – Bekasi, Jawa Barat. Di tempat yang kotor dan berbau tak sedap mereka hidup dan bekerja, meskipun demikian mereka tetap sehat wal’afiat. Kami percaya mereka ini adalah orang-orang yang sungguh beriman, artinya menjalani hidup dan melaksanakan tugas pekerjaan dalam iman, dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan/tenaga. Dalam dan dengan iman mereka melakukan apa yang harus mereka lakukan. Maka marilah kita mawas diri dengan cermin Warta Gembira hari ini, yang antara lain mengetengahkan perihal iman.

"Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Luk 17:6).

Sebagai orang beriman, marilah kita hidup dan bertindak atau melakukan apapun dimanapun dan kapanpun dalam dan dengan iman, sebagaimana juga tertulis dalam azas Anggara Dasar LSM Katolik, yaitu “Dalam semangat iman kristiani hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD ‘45”. Beriman antara lain berarti mempercayakan diri sepenuhnya pada Penyelenggaraan Ilahi di dalam hidup sehari-hari. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal hal-hal utama yang kita kerjakan sehari-hari, dimana kita memboroskan waktu dan tenaga kita, yaitu : (1) bekerja/belajar, (2) makan dan minum dan (3) istirahat/tidur:

(1) Bekerja/belajar. Bekerja atau belajar dalam dan dengan iman, antara lain berarti setiap hari bekerja atau belajar kurang selama 8 (delapan) secara efektif, efisien dan afektif, dengan kata lain sungguh bekerja atau belajar. Secara khusus di sini saya angkat perihal belajar, karena ketika selama memiliki tugas belajar sungguh belajar dengan baik, kiranya ketika bekerja juga akan bekerja dengan sungguh-sungguh dan baik. Para pelajar atau mahasiswa pada umumnya paling banyak di sekolah/tempat belajar menerima pengajaran atau belajar selama 6 (enam) jam efektif, apakah afektif tanda tanya besar. Maka baiklah di rumah atau di luar sekolah menyediakan waktu kurang lebih 2(dua) jam sehari untuk belajar sendiri atau bersama, entah mempersiapkan pelajaran yang akan datang atau mengulangi pelajaran yang telah diterima atau menambah pengetahuan baru, dst.. Kami percaya jika selama di sekolah mengikuti proses pembelajaran secara efisien, efektif dan afektif dan ditambah 2(dua) jam di luar sekolah, maka pasti akan sukses dalam tugas belajar, dan yang tak kalah penting adalah terbiasa untuk memboroskan waktu dan tenaga secara efisien, efektif dan afektif.

(2) Makan dan minum. Makan dan minum dalam iman antara lain berarti makan dan minum berpedomam pada apa yang sehat dan tidak sehat, bukan suka dan tidak suka atau enak dan tidak enak. Setiap suku dan bangsa memiliki kebiasaan sendiri-sendiri perihal apa yang dimakan dan diminum setiap hari. Mereka yang sering bepergian ke lain daerah, kota, pulau atau Negara kiranya memiliki pengalaman dalam hal makan dan minum yang berbeda satu sama lain. Ketika kita bertamu hendaknya menikmati makanan atau minuman yang disediakan oleh ‘pemilik rumah/tuan rumah’, meskipun jenis makanan asing bagi kita alias jarang kita makan dan minum. Makan dan minum dalam iman berarti saya makan dan minum apa yang biasa dimakan dan diminum oleh orang setempat pasti tidak akan mati dan tetap sehat wal’afiat, meskipun jenis makanan dan minuman tidak sesuai dengan selera pribadi. Orang setempat makan dan minum apa yang disuguhkan setiap hari tidak mati dan tetap sehat wal’afiat, maka saya makan dan minum yang sama pasti sehat dan tidak akan mati, itulah iman. Sekali lagi kami ingatkan hendaknya dalam hal makan dan minum tidak mengikuti pedoman enak dan tidak enak, sesuai selera pribadi atau tidak, tetapi berpedoman pada apa yang sehat dan tidak sehat.

(3) Istirahat/tidur. Ada orang tidak dapat tidur atau istirahat ketika ganti tempat tidur alias di tempat lain sulit tidur atau istirahat, demikian juga ada orang menjelang tidur dalam suasana cemas atau was-was, ada kekhawatiran-kekhawatiran, terkait dengan harta benda, saudaranya maupun keselamatan dirinya. Tidur/istirahat dalam iman berarti menjelang istirahat atau tidur siap sedia meninggalkan segala sesuatu atau menyerahkan segala sesuatu pada Penyelenggaraan Ilahi, termasuk kesiap-sediaan sewaktu-waktu tidak dapat bangun lagi alias ketika sedang tidur nyenyak langsung dipanggil Tuhan atau meninggal dunia, entah karena musibah, bencana alam ataupun sebab-sebab lain.

“Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah” (2Tim 1:7-8)

Roh atau jiwa kekuatan, kasih dan ketertiban itulah yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita dan harus kita hayati dengan penuh syukur dan terima kasih. Ada aneka macam tata tertib yang harus kita hayati atau laksanakan dengan semangat kasih dan seluruh kekuatan kita. Aneka macam tata tertib hemat saya dibuat dan diundangkan atau diberlakukan atas dasar kasih dan demi kasih, serta dibuat dengan seluruh kekuatan dari mereka yang terlibat untuk membuatnya, maka selayaknya kita hayati atau laksanakan dalam kasih dan dengan seluruh kekuatan kita.

Pertama-tama dan terutama marilah masing-masing dari kita menertibkan diri sendiri, antara lain makan dan minum maupun istirahat secara teratur, olahraga secara teratur sesuai dengan tuntutan kesehatan, belajar maupun bekerja secara teratur pula. Barangsiapa dapat mengatur diri sendiri, maka ia akan memiliki kemudahan untuk mengatur lingkungan hidup dan sesamanya, sebaliknya barangsiapa tidak dapat mengatur diri sendiri, maka ia akan menjadi pengacau dalam kehidupan bersama. Kepada mereka yang bertugas untuk mengurus dan mengatur aneka macam jenis surat atau tugas pengarsipan kami harapkan mengatur sedemikian rupa, sehingga sewaktu-waktu ada surat yang dibutuhkan dapat segera dilayani dengan baik.


Ketertiban yang juga mendesak untuk dihayati dan dilaksanakan pada masa kini antara lain tertib berlalu-lintas di jalanan. Tertib berlalu-lintas di jalanan hemat saya merupakan cermin kwalitas pribadi bangsa. Maka dengan ini kami berharap kepada para pengemudi jenis kendaraan apapun serta para pejalan kaki untuk mentaati aneka tata-tertib di jalanan: rambu-rambu lalu lintas seperti marka jalan, lampu lalu lintas, tanda-tanda dilarang parkir, membelok dst.. Tak kalah penting adalah mentaati aneka aturan perawatan kendaraan sebagaimana tertulis dalam buku petunjuk perawatan kendaraan. Marilah kita sikapi aneka tata tertib di jalanan dalam dan oleh kasih, agar para pengguna jalan selamat sampai tujuan, tiada kecelakaan dan korban di jalanan.

“Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita.

Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya!

Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku

(Mzm 95:6-9)

Jakarta, 3 Oktober 2010


.Romo. Ign. Sumarya, SJ

OKTOBER, Bulan Rosario

Devosi non-liturgi yang sangat populer di kalangan umat Katolik ialah “Doa Rosario”. Di dalamnya umat merenungkan karya penebusan Kristus di dalam 15 peristiwa sejarah keselamatan. Pesta Rosari Suci dirayakan oleh seluruh Gereja tanggal 7 Oktober.

Catatan sejarah tentang awal Doa Rosario diambil dari kebiasaan doa di kalangan para rahib di dalam kehidupan monastik zaman dahulu. Pada masa itu para rahib biasanya setiap hari mendaraskan 150 buah Mazmur (Doa Ofisi) sebagaimana terdapat di dalam Kitab Suci. Para rahib yang buta huruf mengganti pendarasan Mazmur itu dengan 150 buah doa yang lain.

Biasanya doa pengganti itu ialah doa Pater Noster (Bapa Kami) yang memang sudah sejak Gereja perdana dianggap sebagai doa Gereja yang paling penting disamping Kredo. Untuk mempermudah mereka mengetahui sudah berapa kali doa Bapa Kami yang didaraskan, mereka menggunakan seutas tali bersimpul atau bermanik-manik. Oleh karena itulah, tali itu disebut juga Pater Noster.

Dari sejarah perkembangan devosi diketahui bahwa pada abad ke 11 berkembang kebiasaan memberi salam kepada Bunda Maria bila seseorang melewati patung Maria. Dahulu doa itu masih singkat, hanya terdiri dari bagian pertama yang berakhir dengan kata-kata : ”dan terpujilah buah tubuhmu”. Jumlah doa Salam Maria yang sempat didaraskan dihitung pada tali Pater Noster. Lama kelamaan berkembanglah kebiasaan menggantikan doa Bapa Kami dengan doa Salam Maria. Jumlahnya tetap 150 sesuai jumlah Mazmur yang di daraskan oleh para rahib. Karena pada masa itu 150 buah Mazmur sudah dibagi dalam tiga bagian masing-masing terdiri 50 buah, maka doa Salam Maria yang didaraskan para rahib itu pun dibagi dalam tiga bagian. Rangkaian Salam Maria yang terdiri dari 50 buah itu disebut “Corona” (mahkota). Kata ini mengingatkan kita akan hiasan-hiasan kembang yang menyerupai mahkota yang biasanya dibuat pada arca Bunda Maria. Bagian kedua doa “Salam Maria” yaitu “Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Amin”, menjadi doa resmi semenjak Paus Pius V ( 1566-1572) meresmikan terbitan “Breviarium” (doa harian Gereja) pada tahun 1568. Namun bagian dua itu baru diterima umum pada abad XVII.

Ada sekian banyak peristiwa ajaib yang mendorong pimpinan Gereja menghimbau umat untuk berdoa Rosario. Peristiwa terbesar yang melatarbelakangi penetapan tanggal 07 Oktober sebagai tanggal Pesta Santa Maria Ratu Rosario ialah peristiwa kemenangan Pasukan Kristen dalam pertempuran melawan Islam di Turki. Menghadapi pertempuran ini Paus Pius V menyerukan agar semua umat berdoa Rosario untuk memohon perlindungan Maria atas Gereja. Doa umat itu ternyata dikabulkan Tuhan. Pasukan Kristen dibawah pimpinan Don Johanes dari Austria berhasil memukul mundur pasukan Turki di Lepanto pada tanggal 07 Oktober 1571 (Minggu I Bulan Oktober).

Sebagai tanda syukur, Paus Pius V (1566-1572) menetapkan 7 Oktober sebagai hari pesta Santa Maria Ratu Rosario. Kemudian Paus Klemens IX (1667-1669) mengukuhkan pesta ini bagi seluruh Gereja di dunia; dan Paus Leo XIII (1878-1903) lebih meningkatkan nilai pesta ini dengan menetapkan seluruh bulan Oktober sebagai bulan Rosario untuk menghormati Maria. ***

HOMILI: Pw. Para Malaikat Pelindung

"Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah BapaKu yang di sorga."
(Kel 23:20-23a; Mat 18:1-5.10)

"Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?" Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku." Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga." (Mat 18:1-5.10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Para Malaikat Pelindung hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• Gambar malaikat sering berupa anak kecil yang bersayap, dengan mata bersinar cerah dan mulut tersenyum, yang menggambarkan kesucian dan kegembiraan serta kegairahan. Bukankah anak-anak kecil masih suci dan belum berdosa sedikitpun? Gambar malaikat tersebut sering berada di atas kepala santo-santa, dengan maksud sebagaimana diwartakan dalam Kabar Gembira hari ini, yaitu "malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku di sorga". Sebagai orang beriman masing-masing dari kita didampingi oleh malaikat pelindung, yang mengajak dan mendorong kita untuk senantiasa `memandang wajah Allah yang di sorga', artinya mendorong, menjaga dan mengawasi kita agar kita senantiasa setia berbuat baik kepada sesama kita dimanapun dan kapanpun, tanpa pandang bulu. Untuk mengingatkan dan menyadarkan kita bahwa kita didampingi oleh malaikat pelindung, mungkin ada baiknya kita sering menatap anak-anak kita yang masih kecil, yang ceria, dinamis, menggembirakan, menarik dan mempesona. Dengan kata lain sebagai orang yang didampingi oleh malaikat pelindung kita diharapkan seperti anak kecil, yang ceria, dinamis, menggembirakan, menarik dan mempesona. Jika masing-masing dari kita mengimani dan menghayati pendampingan malaikat pelindung ini, maka kebersamaan hidup kita dimanapun dan kapanpun senantiasa menggembirakan, menarik dan mempesona, karena kita dengan rendah hati senantiasa berusaha untuk saling berbuat baik satu sama lain. Percaya kepada malaikat pelindung antara lain juga berarti ketika saya sendirian, entah siang atau malam, tidak pernah takut dan gentar, serta tidak pernah berbuat jahat atau melakukan tindakan amoral atau hidup seenaknya, bermalas-malasan.

"Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu, untuk melindungi engkau di jalan dan untuk membawa engkau ke tempat yang telah Kusediakan" (Kel 23:20), demikian firman Allah kepada bangsa terpilih, yang sedang dalam perjalanan menuju tanah terjanji. Sebagai manusia kita berasal dari Allah dan diharapkan kembali kepada Allah setelah meninggal dunia nanti. Dengan kata lain hidup ini adalah perjalanan, dan di dalam perjalanan sering terjadi aneka perubahan, tantangan dan hambatan serta masalah, yang dapat mengganggu perjalanan kita. Allah mengutus malaikat-Nya berjalan di depan kita, mendahului perjalanan kita, dan kita diharapkan setia mengikutinya. Malaikat Allah tersebut antara lain secara konkret dapat berupa aneka macam petunjuk atau tata tertib yang ada di dalam perjalanan, maka jika kita mendambakan selamat sampai di tujuan marilah kita taati dan ikuti sepenuh hati aneka petunjuk dan tata tertib tersebut. Malaikat Allah juga menjadi nyata dalam diri saudara-saudari kita yang baik atau berkehendak baik, yang dapat kita temui atau jumpai dimanapun dan kapanpun. Maka ketika kita bingung atau frustrasi atau putus asa di dalam perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan, hendaknya tidak malu untuk bertanya atau minta bantuan kepada saudara-saudari kita yang berkehendak baik tersebut. "Malu bertanya sesat di jalan", demikian kata sebuah pepatah. Kita kiranya dapat belajar dari para pilot yang setia mengikuti petunjuk perjalanan, sebagaimana diperintahkan dari menara pengawas di bandara-bandara maupun yang ditunjukkan di dalam radar atau computer perihal cuaca dll… Pilot sungguh mentaati dan melaksanakan petunjuk-petunjuk perjalanan yang ada sehingga pesawat beserta penumpangnya selamat sampai tujuan. Ruang perjalanan di angkasa sangat luas, namun pilot tidak dapat seenaknya memilih jalan yang harus dilewati.

"Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada TUHAN: "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai." Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk. Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok." (Mzm 91:1-4)

Jakarta, 2 Oktober 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ