Mengapa salib ditutup dengan kain ungu?

Berikut ini adalah terjemahan dari “Saint Joseph Catholic Manual” (copyright 1956)

Masa Sengsara Yesus:

Masa Sengsara Yesus dimulai pada Minggu ke- 5 Masa Prapaska, yang dikenal sebagai Minggu Sengsara, dan dari hari itu sampai Paska, Gereja masuk lebih dalam lagi ke dalam Kisah Sengsara Tuhan Yesus dan membawa sengsara-Nya lebih dan lebih dalam lagi ke hadapan umat-Nya. Liturgi mengesampingkan semua lambang suka cita dan menampilkan dalam kata dan perbuatan, kesedihan dan penitensi yang harus mengisi setiap jiwa orang Kristen pada saat merenungkan peristiwa- peristiwa akhir dalam kehidupan Penyelamat kita di dunia ini.

Sebelum Vespers pada hari Sabtu sebelum Minggu Sengsara, crucifix (salib Yesus), patung-patung dan gambar-gambar di altar dan di sekitar gereja ditutup dengan kain ungu polos, kecuali gambar-gambar Jalan Salib. Salib Tuhan Yesus ditutupi kain ungu sampai hari Jumat Agung, sedangkan patung- patung dan gambar- gambar lainnya tetap ditutup sampai pada saat Gloria pada Sabtu Suci. Patung-patung dan gambar- gambar para malaikat dan santa-santo ditutup, untuk menunjukkan bahwa Gereja membungkus dirinya sendiri dan berkabung saat Tuhannya sedang mempersiapkan Diri untuk mengalami kesengsaraan dan kematian untuk menebus dunia. Dengan semua tanda-tanda lahiriah dan upacara Masa Sengsara, umat beriman diingatkan bagaimana Tuhan dalam keilahian-Nya di sepanjang masa sengsara-Nya, dan dengan penglihatan dan pendengaran, para pendosa diingatkan agar bertobat dan menarik diri semakin jauh dari kesenangan- kesenangan duniawi, dengan mendevosikan diri semakin dalam kepada doa- doa Masa Prapaska dan merenungkan kisah sengsara Kristus yang telah wafat demi kasih-Nya kepada mereka.


Sumber: http://www.katolisitas.org/2010/03/06/mengapa-salib-ditutup-kain-ungu-mengapa-memanggil-bapa-pada-paus-pastor/

Imam dan Milenium Ketiga



Judul Buku : Imam dan Milenium Ketiga
Judul Asli : The Priest and the Third Millenium
Penerjemah : Paulus Hidajat dan Rm D.Gusti Bagus Kusumawanta
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta
Harga : Rp. 25.000,-

Sinopsis:

Buku yang berjudul: "Imam dan Millenium ketiga" adalah terjemahan dari "The Priest and the Third Millenium" Dokumen yang dikeluarkan oleh Kongregasi para Imam tahun 1999 menyongsong tahun 2000: memasuki era millenium ketiga.

Buku ini sangat cocok sebagai bahan rekoleksi atau retret bagi para imam sekaligus mengisi tahun Imam 2009-2010 yang dicanangkan oleh Bapa Suci Paus Benediktus XVI.

Buku ini berisi dokumen - dokumen Gereja tentang Imam sebagai Guru Sabda, Pelayan Sakramen dan Pemimpin Jemaat Kristen yang dipercayakan kepadanya.Iini adalah titik awal dari semua perenungan tentang identitas dan misi imam di dalam Gereja. Di dalam buku ini tercantum makna pelayanan evangelisasi baru bagi seorang imam. Evangelisasi baru itu tugas dari seluruh umat Allah dan bagai,mana peran yang perlu dan wajib dari seorang imam diuraikan dengan jelas. Imam sebagai Guru Sabda adalah pelayan utama atas nama Kristus dan Gereja-Nya: Nomine Christi et Nomine Ecclesiae.

Imam sebagai pelayan sakramen bertindak selaku in Persona Christi Capitis. Dialah pelayan ekaristi inti dan pelayan seorang imam. Dialah juga pelayan rekonsiliasi dengan Tuhan dengan sesama. Imam adalah seorang Gembala yang mencintai umat-Nya. Bersama Kristus mewujudkan dan menyebarkan kasih pengampunan Bapa. Dialah imam sacerdos et hostia, pelayanan penggembalaan imam bersumber pada cinta dan kekuatan Allah. Setiap bagian dari judul diberikan pertanyaan kuesioner/refleksi dan pada akhir buku ini didaraskan doa kepada Bunda Maria. "Evangelisasi baru membutuhkan pewarta baru dan itu adalah tugas para imam yang serius menjalani imamatnya sebagai jalan spesifik menuju kesucian" (PDV, 28f). (RD. D. Gusti Bagus. Kusumawanta).





Menggali Makna Bagian-bagian Misa: Doa Syukur Agung


Doa Syukur Agung

Doa Syukur Agung [DSA] adalah pusat dan puncak seluruh Perayaan Ekaristi. Maka aturan di sekitar DSA sangat rinci dan ketat, karena dalam DSA dihadirkan seluruh misteri penebusan Kristus bagi kita, di atas altar. Wafat dan kebangkitan Kristus dirayakan oleh seluruh Tubuh Mistik Kristus, yaitu Kristus dan Gereja-Nya, berkat Roh Kudus.

Secara liturgis, Perayaan Ekaristi dipimpin oleh imam dalam bentuk perjamuan sakramental di altar. Dari sisi yuridis, sahnya Perayaan Ekaristi tergantung dari materi yang digunakan [roti dan anggur], dan forma sacramenti [keseluruhan DSA].

DSA harus didoakan oleh pelayan yang sah [imam yang sah dan tidak terkena hukuman]. Pengaturan yang jelas dan tegas, untuk menjamin agar Perayaan Ekaristi sungguh suatu perayaan yang menghadirkan misteri penebusan Kristus. PUMR [Pedoman Umum Misale Romawi] menerangkan DSA sebagai berikut: “Pusat dan puncak seluruh Perayaan Ekaristi sekarang dimulai, yakni Doa Syukur Agung, suatu doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak jemaat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Dengan demikian, seluruh umat yang hadir diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan imam atas nama umat Allah kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan pengantaraan Yesus Kristus. Maksud doa ini ialah agar seluruh umat beriman menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan kurban” [PUMR 78].

Istilah dan Makna Doa Syukur Agung
Istilah Doa Syukur Agung dipakai untuk menerjemahkan kata Latin prex eucharistica. Dalam bahasa Yunani, eucharistia, berarti puji syukur. Kata eucharistia merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani berakhah yang merupakan doa berkat dalam tradisi perjamuan makan Yahudi. Maka istilah DSA menunjuk pada isi dan sekaligus bentuk seluruh Perayaan Ekaristi; yakni puji syukur atas misteri karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Itulah sebabnya dari awal hingga akhir DSA, warna dan suasananya adalah pujian dan syukur kepada Allah Bapa, dengan pengantaraan Yesus Kristus, dan dalam Roh Kudus.

Istilah lain DSA yang dipakai di Gereja Barat ialah canon [bhs.Latin]. Canon berasal dari bahasa Yunani kanon, yang berarti: patokan, garis petunjuk, aturan, pedoman. Seperti sebuah garis yang menjadi patokan, canon dipakai untuk mengukur apakah sesuatu sudah lurus, benar, atau malah menyimpang. Kata canon untuk DSA ini merupakan singkatan dari Canon actionis gratiarum; yakni norma atau patokan untuk tindakan memuji dan bersyukur, atau ber-Ekaristi.

Sumber: Martasudjita, E. Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.
Fr. Antonius Pramono www.reginacaeli.org


Bagikan

Sabtu-Minggu, 06-07 Maret 2010 Hari Minggu Prapaskah III/C

BACAAN PERTAMA: Kel. 3:1-8a,13-15
MAZMUR TANGGAPAN: Mzm. 103:1-2,3-4,6-7,8,11
BACAAN KEDUA: 1Kor. 10:1-6,10-12
INJIL: Luk. 13:1-9

“Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi!"

Toni (nama samaran) adalah seorang pegawai yang bekerja di sebuah perusahaan. Ia telah bekerja di perusahaan tersebut kurang lebih sepuluh tahun dan selama ini ia bekerja dengan baik-baik saja alias ber-konduite baik. Karena merasa baik-baik saja dan jarang memperoleh tegoran dari atasan, maka pada suatu saat dapat lalai juga, ia terjebak atau ikut dalam tindakan yang tak bermoral di kantornya. Beberapa atasan yang melihat hal itu mengusulkan kepada Bagian Personalia atau HRD agar Toni dipecat atau dikeluarkan dari perusahaan. Namun Kepala Bagian Personalia atau HRD merasa tidak benar atau tidak baik memecat Toni begitu saja dan kepada rekan-rekan atasan yang mengusulkannya ia berkata sebagaimana dikatakan oleh pekerja yang dikisahkan dalam Injil hari ini: “Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Luk 13:8-9). Memang banyak orang dengan mudah memiliki kecenderungan untuk ‘memecat atau mengeluarkan, entah pegawai di kantor atau perusahaan yang bersalah atau anak didik/murid di sekolah yang kurang dapat mengikuti proses pembelajaran atau pendidikan di sekolah’. Mengeluarkan orang sakit dari kebersamaan kita tanpa mengobatinya lebih dahulu berarti menyebar-luaskan penyakit; demikian juga menyingkirkan atau mengeluarkan orang bermasalah begitu saja berarti menyebar-luaskan masalah. Maka kami berharap agar kita semua berusaha seoptimal belajar dan menghayati kemurahan hati dan kasih pengampunan Allah, antara lain dengan memberi kesempatan dan kemungkinan sesama kita untuk bertobat atau memperbaharui diri, sebagaimana kita juga diberi kesempatan dan kemungkinan oleh Allah, Yang Ilahi.

“Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Luk 13:8-9).

Mungkin dalam hidup dan bekerja ini kita harus menghadapi rekan yang bermasalah dan kita cenderung untuk menghindari atau menyingkirkannya, tetapi jangan-jangan kita sendiri juga orang yang bermasalah. Maka marilah kita dengan rendah hati mawas diri: (1) sekiranya kita sendiri adalah orang bermasalah marilah bertobat dan memperbaharui diri dan (2) jika ada rekan kita yang bermasalah marilah kita bantu untuk bertobat atau memperbaharui diri.

(1) Siapakah aku ini? Menanggapi pertanyaan ini perkenankan saya mengutip pernyataan para Yesuit yang berkumpul dalam suatu pertemuan khusus, Konggregasi Jendral, sebagai berikut : “Yesuit ialah orang yang mengakui dirinya pendosa, tetapi tahu bahwa dipanggil menjadi sahabat Yesus seperti Ignatius dahulu; Ignatius minta kepada Santa Perawan Maria,’agar menempatkan dia di samping Puteranya’, dan kemudian Ignatius melihat Bapa sendiri minta kepada Yesus yang memanggul Salib, agar menerima si musafir ini dalam kalangan sahabatnya” (Kong Jeng 32 no 2.1). Kita adalah musafir-musafir, orang-orang yang berada di dalam perjalanan, penuh kekurangan dan kelemahan, namun demikian karena kemurahan hati dan kasih pengampunan Tuhan boleh menjadi sahabat atau saudara Yesus serta berpartisipasi untuk memanggul SalibNya dengan memanggul salib kehidupan kita masing-masing. Bertobat dan memperbaharui diri merupakan salib kehidupan, demikian juga membantu atau memberi kesempatan orang lain untuk bertobat dan memperbaharui diri. Sekali lagi ingatlah bahwa salib adalah jalan kehidupan dan keselamatan sejati.

(2) Pada umumnya kita semua memiliki kecenderungan untuk lebih melihat kekurangan dan kelemahan daripada kelebihan dan kekuatan sesama kita. Jika kita memang melihat kekurangan dan kelemahan sesama kita marilah kita, dengan semangat petani yang merawat tanamannya yang terserang hama penyakit, membantu pertobatan dan pembaharuan hidup mereka dengan memberi kesempatan dan kemungkinan. Apa yang dikerjakan oleh para petani terhadap tanaman yang terserang hama penyakit tidak lain adalah merawatnya, entah dengan menggemburkan tanah, menyiram, memupuk atau mengobati. Keutamaan-keutamaan yang dibutuhkan dalam merawat tanaman rasanya senada dengan merawat bayi, orang tua atau mereka yang sedang sakit. Untuk merawat dengan baik rasanya perlu dijiwai oleh kasih dan kasih itu tidak lain adalah “ sabar; murah hati; tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran., menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (lihat 1Kor 13:4-7)

“Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut” (1Kor 10:10)

Menghadapi tantangan atau hambatan atau yang tidak berkenan di hati pada umumnya orang dengan mudah atau cenderung menggerutu, ngrumpi, bersungut-sungut dst..sampai marah-marah. Cara bertindak macam itu hemat saya sungguh tiada gunanya, pemborosan, buang tenaga yang tidak perlu. Orang marah misalnya membutuhkan tenaga 200 kalori dan untuk mengembalikan seperti semula butuh tenaga yang sama 200 kalori, maka begitu banyak buang tenaga dengan sia-sia. Bahkan mereka yang suka menggerutu, ngrumpi, bersungut-sungut …sampai marah pada umumnya sudah terhukum dengan sendirinya antara lain ia akan terisolir atau dijauhi oleh sesamanya, bertambah kenalan berarti bertambah musuh yang siap untuk ‘membinasakannya’.

“Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut….Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun. Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat,” (1Kor 10:1; 1Kor 10:5-6). Sebagian besar dari nenek moyang memiliki kecenderungan akan hal-hal yang jahat antara lain menggeutu, menguimpat dan marah-marah, dan kita semua diingatkan agar tidak menirunya jika menghendaki untuk selamat, damai dan sejahtera. Sebagai orang yang telah dibaptis kita hidup dari dan oleh Roh dan dengan demikian diharapkan cara bertindak kita menghasilkan buah-buah Roh, misalnya : “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23). Penguasaan diri mungkin merupakan keutamaan yang harus kita hayati secara mendalam dan kita sebarluaskan dalam hidup kita sehari-hari. Menguasai diri kiranya lebih sulit daripada orang lain; orang yang tidak dapat menguasai diri ketika memperoleh kesempatan untuk menguasai orang lain pada umumya lalu menindas oranglain, sementara itu jika orang dapat menguasai diri maka ketika memperoleh kesempatan menguasai orang lain menjadi melayani bukan memiliki apalagi menguasai yang lain. Marilah kita saling melayani dan mengasihi agar kita tidak ‘dibinasakan oleh malaikat maut’ . Melengkapi keutamaan penguasaan diri adalah kesabaran. Jika kita cermati rasanya banyak orang kurang sabar, misalnya muda-mudi saling mengasihi, belum menikah, berhubungan seks di luar nikah, ingin cepat kaya melalui korupsi, di jalanan ngebut dan melanggar rambu-rambu lalu lintas seenaknya, tidak bisa antri dst.. Sabar antara lain berarti menghargai dan menghormati serta mendahulukan yang lain, tidak egois atau menang sendiri.



“TUHAN menjalankan keadilan dan hukum bagi segala orang yang diperas.Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel.TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (Mzm 103:6-8)


I. Sumarya, SJ

Bagikan