“Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya” (Yer. 23:5-8; Mzm. 72:2,12-13,18-19; Mat. 1:18-24)

“Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" -- yang berarti: Allah menyertai kita. Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya,” (Mat 1:18-24), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Hari ini kepada kita ditampilkan salah satu tokoh pemenuhan janji Allah bernama Yusuf, yang dikenal sebagai orang yang tulus hati dan “berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya”. Ia terpilih sebagai ‘bapa angkat’ Yesus, Penyelamat Dunia. Maka perkenankan dengan ini secara khusus kami mengajak dan mengingatkan rekan-rekan laki-laki, entah yang masih bujang/belum berkeluarga maupun yang sudah berkeluarga/menjadi suami, untuk meneladan Yusuf yang tulus hati dan senantiasa berbuat sebagaimana diperintahkan malaikat Tuhan, dengan kata lain berusaha untuk hidup suci serta ‘tidak mencemarkan nama orang lain di muka umum’. Secara konkret antara lain berarti tidak menceriterakan kelemahan, kekurangan dan dosa-dosa orang lain kepada siapapun, apalagi menjadikan bahan rekreasi atau sendau-gurau, tetapi senantiasa berusaha menceriterakan atau menyebar-luaskan apa yang baik. Menceriterakan atau membicarakan kelemahan, kekurangan, dosa orang lain bukan untuk mengusahakan perbaikan berarti melecehkan orang yang bersangkutan alias melanggar hak azasi manusia. Secara khusus.kami juga mengajak dan mengingatkan para suami untuk tidak menceriterakan kelemahan dan kekurangan pasangannya/isterinya, apalagi menceriterakan kepada rekan perempuan lain. Kita diajak untuk senantiasa bertindak sesuai dengan perintah malaikat atau bisikan Roh Kudus, dan perintah atau bisikan Roh Kudus kiranya merupakan ajakan untuk menghayati keutamaan-keutamaan seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal 5:22-23) .

· “Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri.” (Yer 23:5). Kutipan ini merupakan ramalan perihal kedatangan Penyelamat Dunia, sebagaimana dijanjikan kepada Daud. Yusuf adalah keturunan Daud, ia dipilih oleh Allah untuk menjadikan Maria sebagai isterinya dan dengan demikian Maria menjadi keturunan warga Daud dan yang ada di dalam kandungan atau rahimnya adalah keturunan Daud, tidak secara phisik melainkan secara spiritual, karena antara Yusuf dan Maria tidak mengadakan hubungan seksual dan anak yang ada di dalam rahim Maria karena Roh Kudus. Sang Penyelamat Dunia yang kita nantikan kedatangan-Nya ‘akan melakukan keadilan dan kebenaran’, maka selayaknya kita yang mendambakan kedatangan-Nya juga berusaha untuk melakukan keadilan dan kebenaran dalam cara hidup dan cara bertindak kita. Keadilan yang mendasar adalah menjunjung tinggi dan menghormati hak asasi manusia, manusia yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Sekali lagi disini saya mengingatkan dan mengajak rekan-rekan laki-laki untuk tidak melanggar harkat martabat manusia. Maklum sering kami dengar bahwa sering terjadi pemerkosaan yang dilakukan oleh suami kepada isterinya dalam rangka hubungan seksual, meskipun telah menjadi suami-isteri. Hubungan seksual bukan lagi menjadi perwujudan saling mengasihi namun sebagai pemuas nafsu seks belaka. Yang benar hubungan seksual merupakan salah satu bentuk konkret pewujudan kasih yang dijiwai dengan kebebasan. Cintakasih dan kebebasan tak boleh dipisahkan, cintakasih dan kebebasan bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.

“Kiranya ia mengadili umat-Mu dengan keadilan dan orang-orang-Mu yang tertindas dengan hukum Sebab ia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin.” (Mzm 72:2.12-13)


Jakarta, 17 Desember 2010

Romo. Ignatius Sumarya, SJ