Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil (Rm 10:8-17; Mzm 117; Mat 28:16-20)

“Kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat28:16-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Fransiskus Xaverius, imam dan pelindung misi, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

“Apa gunanya memiliki seluruh dunia kalau kehilangan nyawanya” itulah salah satu motto atau semangat hidup Fransiskus Xaverius. Dengan dan dalam semangat tersebut ia tidak takut diutus pergi ke seluruh dunia, menyertai rombongan pedagang dalam perjalanan dengan perahu. Sementara perabu berlabuh di pelabuhan untuk beberapa waktu dimana para pedagang mengurus bisnisnya, Fransiskus Xaverius melaksanakan panggilannya sebagai misionaris, menanggapi sabda Yesus “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu, dan ketahuilah Aku menyertai kamu sampai akhir zaman”. Sebagai umat yang percaya kepada Yesus Kristus kita juga memiliki dimensi atau panggilan missioner ini, maka marilah sabda Yesus tersebut kita hayati dalam hidup kita sehari-hari, kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada. Yang mendesak dan up to date pada masa kini kiranya adalah ‘menjadikan semua bangsa/orang murid Tuhan’, artinya mengajak semua orang untuk dengan rendah hati mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, setiap hari hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan alias hidup baik dan berbudi pekerti luhur. Baiklah pertama-tama dan terutama hendaknya semua anggota keluarga atau komunitas kita masing-masing sungguh menjadi ‘murid Tuhan’, orang-orang yang baik dan berbudi pekerti luhur. Meneladan Fransiskus Xaverius hendaknya tidak takut dan gentar menghadapi tantangan, hambatan maupun masalah dalam rangka berbuat baik serta mengajak siapapun untuk berbuat baik.

“Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rm10:17), demikian peringatan Paulus. Indera pendengaran memang sangat berpengaruh dalam perkembangan dan pertumbuhan pribadi seseorang, bayi sejak di dalam rahim telah dapat mendengarkan segala suara di sekitarnya. Setiap hari beberapa kali di Indonesia ini kita mendengar suara adzan dari masjid, surau atau langgar, suatu ajakan untuk memuliakan Allah. Memang sering ada orang yang merasa terganggu dengan suara adzan tersebut, bahkan ada yang marah karenanya. Alangkah baiknya ketika kita mendengar suara adzan tersebut kita lalu mengambil sikap mendengarkan ajakan tersebut serta aneka suara yang ada di lingkungan hidup kita, lebih-lebih suara yang mengajak kita untuk berbuat baik. Keutamaan mendengarkan ini hendaknya sedini mungkin dibiasakan dan diperdalam dalam diri anak-anak kita, entah di dalam keluarga atau sekolah, dan tentu saja teladan dari para orangtua maupun guru/pendidik sungguh dibutuhkan. Selain menjadi pendengar yang baik, hendaknya kita sadari dan hayati pula panggilan untuk senantiasa menyuarakan dan memperjuangkan apa yang baik, lebih-lebih yang menyelamatkan jiwa manusia. Percayalah mayoritas dari kita berkehendak baik alias berhasrat untuk melakukan apa yang baik, namun sering kurang faham apa yang baik demi keselamatan jiwa manusia. Baiklah kita baca sabda Tuhan sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci dan kemudian kita wartakan kepada saudara-saudari kita, sebagaimana saya lakukan setiap hari, sesuai dengan Kalendarium Liturgi. Maka dengan rendah hati kami rela jika apa yang saya kutip dan refleksikan setiap hari secara sederhana dibacakan di dalam keluarga atau komunitas atau berbagai kesempatan perjumpaan umat beriman. Secara khusus kami juga berharap kepada kita semua: marilah memperdalam iman kita dengan membaca dan merenungkan dalam hati sabda-sabda Tuhan. Jika membaca sendirian hendaknya sampai telinga tubuh kita mendengarkan, dan ketika membacakan bagi orang lain hendaknya dengan jelas membacakan, sehingga mereka yang mendengarkan sungguh dapat mendengarkan dengan baik.

“Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!” [Mzm 117]


Jakarta, 3 Desember 2010

Romo. Ign. Sumarya, SJ