Marilah kita sambut kedatangan Penyelamat Dunia dengan hati, jiwa dan akal budi yang murni dan bersih.

"Menjadi apakah anak ini nanti?" (Mal 3:1-4; 4:5-6; Mzm 25:8-10; Luk 1:57-66)

“Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia. Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, tetapi ibunya berkata: "Jangan, ia harus dinamai Yohanes." Kata mereka kepadanya: "Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian." Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: "Namanya adalah Yohanes." Dan mereka pun heran semuanya. Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah. Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea. Dan semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: "Menjadi apakah anak ini nanti?" Sebab tangan Tuhan menyertai dia” (Luk 1:57-66), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Dalam berbagai suku atau bangsa sering diberlakukan nama keluarga atau marga/suku bagi warganya, yang nampak dalam nama-nama warga yang bersangkutan. Demikian juga di lingkungan Yahudi waktu itu: anak laki-laki yang baru dilahirkan harus diberi nama sama dengan nama bapak/ayahnya, maka ketika bayi yang lahir dari rahim Elisabeth dinamai Yohanes dan bukan Zakharia timbullah pertanyaan dari saudara-saudarinya: ”Menjadi apakah akan ini nanti? Sebab tangan Tuhan menyertai dia”. Nama Yohanes diberikan sesuai dengan kata malaikat, utusan Allah. Kami berharap kepada semua orangtua atau bapak-ibu untuk senantiasa taat dan setia kepada kehendak dan perintah Tuhan, termasuk ketika anak-anak merasa terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster tidak dipersulit atau dihalang-halangi. Hendaknya anak-anak dididik dan dibina dengan semangat ‘kebebasan dan cintakasih Injili’, sehingga suasana keluarga atau rumah-tangga juga dijiwai oleh kebebasan dan cintakasih Injili. Bebas berarti tanpa batas dan hanya dapat dibatasi oleh cintakasih, sebaliknya cintakasih sungguh bebas, tak terbatas. Kebebasan dan cinta kasih bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Dalam kebebasan dan cintakasih juga hendaknya menyikapi cita-cita atau panggilan hidup anak-anak. Percayalah dan imanilah bahwa jika Tuhan senantiasa menyertai anak-anak kita, maka mereka yang tumbuh berkembang menjadi pribadi baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga anak-anak oleh dikatakan ‘mikul dhuwur lan mendhem jero wong tuwo” = memuliakan dan menghormati orangtua.

· “Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam. Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri? Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu” (Mal 3:1-2). Kutipan dari Kitab Maleakhi ini kiranya menunjuk pada Yahanes yang telah lahir dari rahim Elisabeth. Tugas pengutusan Yohanes adalah mempersiapkan jalan bagi Sang Penyelamat Dunia, Tuhan, antara lain akan berfungsi seperti api tukang pemurni logam dan sabun tukang penatu. Api memang memurnikan dan sabun membersihkan, maka tugas pengutusan Yohanes adalah memurnikan panggilan, tugas pengutusan sesamanya serta membersihkan aneka macam noda dan dosa yang menghambat perjumpaan dengan Tuhan. Pesta Natal semakin dekat, maka marilah kita saling membantu dalam rangka memurnikan dan membersihkan diri, sehingga kita layak menerima kedatangan-Nya. Ingat bahwa ketika ada pejabat tinggi akan berkunjung, maka kita juga mengadakan aneka pemurnian dan pembersihan, selayaknya kita melakukan yang sama dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia, karena Ia lebih besar dari semuanya. Tentu saja pertama-tama dan terutama yang harus murni dan bersih adalah hati, jiwa dan akal budi kita, tidak hanya sekedar phisik belaka. Dengan kata lain mungkin di gereja atau tempat lain ada kesempatan untuk mengaku dosa, hendaknya kesempatan tersebut digunakan dan tidak disia-siakan. Marilah kita sambut kedatangan Penyelamat Dunia dengan hati, jiwa dan akal budi yang murni dan bersih.

“TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati. Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya” (Mzm 25:8-10)

Jakarta, 23 Desember 2010


Romo Ignatius Sumarya, SJ