Mari, jadikan Advent ini bermakna

Sudah gratis, tapi masih saja kurang dihargai…

Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya” (Yoh 1:11)

Hari Sabtu yang lalu, tanggal 27 November, orang-orang di Amerika ini merayakan Thanksgiving Day. Mereka berkumpul bersama keluarga pada hari istimewa ini untuk bersyukur kepada Tuhan dan bersantap siang atau malam bersama. Menariknya, hari Jumat, sehari berikutnya adalah Hari Belanja Nasional…. Saya katakan demikian, karena hampir semua toko, mall dan supermarket mengadakan ‘sale’ besar-besar-an untuk menarik pembeli. Banyak orang berkata hari itu adalah hari yang paling baik untuk belanja, sebab barang-barang dapat dibeli dengan ‘diskon’ yang lumayan banyak. Walaupun saya tidak pergi belanja hari itu, tapi saya dapat melihatnya dari jalan raya, karena parkir mobil penuh di mana-mana. Hal ini rupanya juga menarik perhatian Pastor paroki kami di sini. Maka pada homili, tadi pagi, dia menyinggung soal ‘sale’ ini yang menarik pengunjung. Dia bertanya, jika orang ramai membanjiri mall karena ada ‘sale’, apakah ada yang dapat dilakukan di gereja supaya orang juga akan ramai datang membanjiri gereja? Ya, demikianlah kenyataannya, masa Adven dan Natal rupanya lebih menarik orang untuk belanja, daripada merenungkan dan mempersiapkan diri untuk menyambut Tuhan Yesus, yang menjadi inti masa Adven dan Natal.

Padahal jika kira renungkan, perayaan Misa di gereja tidak hanya merupakan ‘sale’, tapi jauh melebihi dari ‘cuci gudang’ sekalipun. Karena berkat Allah diberikan cuma-cuma. Yang diberikan bukan barang jasmani yang bisa rusak dan lapuk, tapi berkat surgawi yang tak bisa rusak. Yang ditawarkan tidak terbatas pada kehidupan dunia, tetapi pada kehidupan ilahi yang tak terbatas, sebab yang kita sambut adalah Kristus, Sang Putra Allah yang Maha Tinggi itu sendiri. Gratis!

Sikap kita: apatis, atau terlalu aktif?

Tapi sayangnya, masih saja ada di antara kita yang menganggap datang ke Misa itu rutin. Adven tahun ini adalah pengulangan dari Adven tahun lalu. Tak ada yang baru. Bosan. Atau sebaliknya, kita ikut terlalu banyak kegiatan, sampe puyeng sendiri. Sibuk ini itu, latihan di sana sini, rapat tentang ini itu, dan ya, belanja untuk keperluan ini itu, sampai tidak ada waktu untuk merenungkan makna Adven. Mari kita tilik ke dalam hati kita, termasuk golongan mana kita ini. Mereka yang bosan dan apatis, atau mereka yang terlalu aktif dan sibuk? Sebab, jika kita benar-benar mengasihi Yesus, tentu kita tidak ‘bosan’ untuk menerima Dia di dalam Ekaristi; dan kita juga tidak memenuhi hati kita dengan seabreg kesibukan, sampai tidak ada ‘ruang’ lagi buat Yesus untuk masuk. Ada baiknya jika kita berusaha menyediakan waktu khusus untuk Tuhan dalam masa Adven ini untuk merenungkan kasih dan berkat yang Tuhan sudah berikan selama setahun ini. Atau kita berdoa rosario bersama di dalam keluarga, sambil merenungkan Peristiwa Gembira, dan dengan demikian kita mengarahkan hati untuk menyambut kedatangan Kristus kembali di dalam hati kita. Di dalam doa, kita dapat mengarahkan pandangan kita ke surga, dengan pengharapan akan kedatangan Kristus kembali sebagai Raja, dan kelahiran-Nya kembali di hati kita. Atau, kita dapat membagikan berkat yang sudah kita terima dalam bentuk amal kasih kepada mereka yang membutuhkan…

Mari memeriksa batin kita

Namun, di samping itu kita juga perlu memeriksa batin kita, sudahkah kita siap menyambut kelahiran-Nya di dalam hati kita? Sebab bukannya tidak mungkin, ada banyak penghalang dan ‘bukit- bukit’ kesombongan dan dosa yang memisahkan kita dari Tuhan. Adven adalah saatnya kita merendahkan hati di hadapan Tuhan, mengaku dosa dalam Sakramen Tobat, agar segala ‘kotoran’ di dalam rumah hati kita dibersihkan, supaya kita dapat menerima Kristus, Sang Raja Agung. Karena kita tidak dapat dikatakan sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, jika kita tetap tinggal di dalam dosa, atau terlalu tinggi hati untuk mengakui dosa-dosa kita di hadapan Tuhan. Dosa inilah yang menghalangi kita untuk mengalami kepenuhan kasih Tuhan, sehingga jika tidak disingkirkan, Adven dan Natal menjadi biasa-biasa saja dan tidak ada artinya bagi kita.

Maka, mari memeriksa batin kita, apakah kita sudah sungguh-sungguh menghormatiNya sebagai Tuhan? Mari kita mohon kepada Tuhan Yesus agar kita menjadi lebih peka untuk mengalami kehadiran-Nya di dalam Misa Kudus. Dan juga agar Ia memampukan kita untuk melihat diri-Nya di dalam diri orang-orang yang ada di sekitar kita, anggota keluarga, terutama mereka yang sakit, miskin dan menderita, serta mereka yang sering kita acuhkan, misalnya pembantu di rumah, supir dan office-boy/ office-girl. Sudahkah kita menyapa mereka dengan kasih? Sudahkah kita mempedulikan mereka? Mereka adalah potret yang nyata akan kehadiran Kristus dalam kemiskinan-Nya di sekitar kita!

Mari belajar dari kandang Natal

Sebab, semakin kita merenungkan Natal, semakin kita menemukan kedalaman misteri kasih dan kerendahan hati-Nya: Kristus yang adalah Allah meninggalkan kemuliaan surgawi dan menjelma menjadi manusia. Ia datang kepada manusia yang dicipta dan dikasihiNya tapi sayangnya, manusia menolak-Nya. Yesus lahir di kandang karena tak ada yang menerima Dia di tempat penginapan. Yesus memilih untuk lahir di kota kecil Betlehem, kota Daud, selain untuk menyatakan diri-Nya sebagai Mesias yang dijanjikan sebagai keturunan Raja Daud; namun juga untuk menyatakan diri-Nya sebagai Roti Hidup, sebab kata Betlehem artinya adalah ‘Rumah Roti’. Maka Ia memilih palungan -tempat makanan ternak- sebagai tempat tidurnya. O, seandainya kita semua memahami betapa besar dan dalamnya kasih Tuhan yang menghampakan diri sampai sejauh ini… untuk menyelamatkan kita. Tidak saja di akhir hidup-Nya di salib, tapi sejak di awal hidup-Nya sebagai seorang bayi, Ia telah memilih tempat yang ter-rendah untuk menghapuskan jarak yang tak terseberangi antara Allah dan manusia. Ya, ini dilakukan oleh-Nya, demi kasih-Nya kepada kita, agar kita semua tak peduli dari golongan apa, dapat datang kepada-Nya. Para gembala dan para majus menjadi contoh bagi kita untuk datang dan menyembah-Nya dengan kerendahan hati. Dan betapa kerendahan hati ini nyata terlihat di dalam Kristus sendiri…

Yesus memilih untuk lahir sebagai orang miskin, untuk mengajarkan kita agar tidak terikat pada kekayaan dunia. Ia memilih untuk lahir di kandang hewan dan dibaringkan di palungan yang beralaskan jerami, untuk mengajarkan agar kita tidak teralu cepat komplain pada keadaan yang tidak nyaman. Ia memilih untuk lahir di tengah-tengah orang sederhana, agar kitapun dapat belajar hidup sederhana, dan beriman dengan sikap yang sederhana pula. Ia memilih untuk lahir di luar keramaian kota, agar kita menemui Dia juga di dalam keheningan dan sikap batin yang tenang. Ia memilih untuk lahir dalam keadaan sangat berkekurangan, agar kita belajar bersyukur dalam segala hal.

Sikap sederhana inilah yang kita perlukan di dalam masa Adven ini. Dalam kesederhanaan ini kita dapat semakin menghayati kebesaran dan kasih Tuhan yang tiada terbatas. Mari kita temukan Kristus di dalam kesederhanaan: di dalam doa, dan perayaan Ekaristi, yang kelihatannya sederhana, sebab Ia Sang ‘Roti Hidup’, memilih untuk hadir di sana. Sesungguhnya ‘kado’ yang paling baik untuk dipersembahkan pada Kristus di hari Natal adalah pertobatan dan kasih kita kepada-Nya. Maka mari kita memeriksa batin, dan dengan jujur mengakui kesalahan dan dosa-dosa kita di hadapan Tuhan. Adakah kita sombong? Terlalu mencari kesenangan dan kekayaan? Terlalu mencari penghargaan dan hormat dari orang lain? Terlalu cepat mengeluh? Suka menghakimi? Sukar mengampuni? ….Tuhan, nyatakanlah kepadaku segala dosakuJangan biarkan dosa ini memisahkan aku dengan Engkau

Mari, kenalilah Tuhan, rindukanlah dan sambutlah Dia!

Mari, saudara dan saudariku, kita berdoa, agar jangan sampai Adven ini berlalu tanpa mengubah kita menjadi lebih baik. Kita yang sudah mengenal Kristus, jangan sampai pura-pura tidak kenal dengan Dia, atau memperlakukan Dia sebagai orang asing di hati kita. Atau, jangan sampai kita tidak mengenali Kristus saat Dia datang kepada kita. Di dalam doa, melalui orang-orang sekitar kita, dan terlebih dalam sakramen Ekaristi, Ia datang pada kita. Mari kita mempersiapkan hati dengan pertobatan yang tulus untuk menyambut kedatangan-Nya. Dengan kerinduan dan hati bersyukur mari kita bermadah, “Datanglah, O Immanuel. Tinggallah di dalam hatiku….”


Ditulis oleh: Ingrid Listiati, www.katolisitas.org