HOMILI: Hari Raya Natal (Yes 9:1-6; Tit 2:11-14; Luk 2: 1-20)


"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya."

Pertama-tama kami ucapkan "SELAMAT NATAL 2010 / HAPPY MERRY CHRISTMAS 2010" kepada anda sekalian. Dalam merayakan Natal tahun ini kiranya kita berada dalam suasana keprihatinan terkait dengan aneka musibah, bencana alam, gempa bumi, letusan gunung berapi dst.. yang mengakibatkan cukup banyak korban. Secara moral kiranya kita juga masih prihatin berhubungan dengan masih maraknya tindak korupsi maupun aneka pertentangan, tawuran atau permusuhan yang menimbulkan kebencian dan balas dendam maupun korban. Kedatangan Penyelamat Dunia, Allah yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa, kiranya juga merupakan `keprihatinan Allah akan situasi dunia yang harus diselamatkan'. Maka baiklah dalam rangka merayakan pesta Natal atau mengenangkan Kelahiran Penyelamat Dunia tahun ini, kami sampaikan catatan-catatan refleksif sebagai berikut:
"Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan" (Luk 2:10-11)
Berbagai macam bentuk ketakutan kiranya masih menguasai banyak orang, termasuk kita sendiri: ada orang takut digeser atau diturunkan dari kedudukan, jabatan atau fungsinya, para pelajar atau mahasiswa takut tidak naik kelas atau lulus ujian, cukup banyak orang takut menghadapi masa depan, dst… Dampak ketakutan dapat mendua: hidup dan bertindak ngawur untuk melindungi atau menutupi ketakutannya atau dengan rendah hati membuka diri terhadap bantuan Ilahi melalui sesamanya yang baik hati. Kepada mereka yang beerada dalam ketakutan kami ajak untuk dengan sungguh-sungguh merenungkan Warta Gembira yang disampaikan oleh malaikat kepada para gembala, sebagaimana saya kutipkan di atas.

"Aku memberitakan kepadamu kesukaan besar" inilah yang baik kita renungkan atau refleksikan. Kesukaan besar macam apa? Tentu saja bukan bersifat material melainkan lebih spiritual, misalnya sapaan kasih, perhatian, doa dst., atau nilai-nilai/keutamaan-keutamaan yang menyelamatkan jiwa seperti "kasih, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan," (Gal 5:22-23). Kepada mereka yang takut akan masa depan atau sering terlalu memikirkan saingan-saingan kerja atau pelayanan yang juga membuat takut, kami harapkan untuk dengan sebaik mungkin mengerjakan atau melayani yang sedang anda hadapi saat ini. Jangan memboroskan tenaga dan pikiran untuk memikirkan aneka macam saingan, melainkan hadapilah yang di depan anda saat ini dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan, sehingga mereka yang kita layani akan menjadi bantuan `maarketing/pelayanan' kita dengan menyebarluaskan kesukaan yang telah mereka telah terima dari pelayanan kita. Kesukaan mereka yang menghilangkan ketakutan anda.

"Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan". Marilah kita imani bahwa bayi yang dilahirkan hari ini dari rahim Bunda Maria adalah Juruselamat, Tuhan. Mengimani Sang Bayi yang baru saja lahir adalah Tuhan berarti kita senantiasa ditemani atau didampingi oleh Tuhan. Bukankah sebagai pribadi yang dewasa dan sehat akan menyambut kelahiran seorang anak dengan penuh harapan dan dambaan, apalagi yang kita kenangkan kelahiran-Nya malam ini adalah Juruselamat. Kami berharap kepada anda sekalian bahwa dengan merayakan Natal atau mengenangkan Kelahiran Juruselamat Dunia hari ini, anda semakin bergairah, penuh pengharapan, ceria dan segar-bugar, bebas dari aneka macam ketakutan.
"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." (Luk 2:14).
"Manusia yang berkenan kepada-Nya" berarti manusia yang beriman, yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, dimana cara hidup dan cara bertindaknya dengan rendah hati berusaha untuk menghayati sabda-sabda Tuhan atau setia pada panggilan dan tugas pengutusannya. Memang untuk itu tak akan lepas dari aneka macam tantangan, hambatan atau masalah, namun jika tetap bertahan dan setia pada panggilan dan pengutusannya akan menikmati damai sejahtera untuk selama-lamanya. Maka marilah kita senantiasa setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing sebagai tanggapan kita akan kesetiaan janji Allah untuk mengutus Juruselamat Dunia guna menyampaikan damai sejahtera di bumi.

"Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Orang yang setia atas perjanjian yang telah dibuat akan hidup mulia dan damai sejahtera. Pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian untuk menghayati kesetiaan ini dalam keluarga atau komunutias-komunitas masing-masing, sehingga terjadilah damai sejahtera di dalam keluarga atau komunitas.

"Manusia yang berkenan kepada-Nya" juga menghayati apa yang disampaikan oleh Paulus kepada Titus ini, yaitu "Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" (Tit 2:11-12) Marilah kita tinggalkan `kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi' dan kemudian `hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini':

• Selama hidup di dunia kita memang membutuhkan hal-hal duniawi seperti tempat tinggal, pakaian, makanan, aneka asessori dan kenikmatan phisik termasuk kenikmatan hubungan seksual, namun hendaknya semuanya itu menjadi sarana atau wahana untuk semakin setia pada panggilan dan tugas pengutusan masing-masing. Maka kami berharap kita tidak bersikap mental materialistis atau duniawi. Semakin kaya akan harta benda, uang dan aneka macam barang duniawi kami dambakan semakin beriman, semakin suci dan rendah hati, menghayati semuanya sebagai anugerah Tuhan atau Yang Ilahi melalui saudara-saudari kita yang berbaik hati. Dengan meninggalkan keinginan-keinginan dunia kami harap juga kita membangun dan memperdalam persaudaraan atau perdamaian sejati antar kita.

• Kita semua dipanggil untuk `hidup bijaksana, adil dan beribadah di dunia sekarang ini'. Bijaksana antara lain berarti dapat mengambil keputusan yang tepat untuk dilaksanakan dan buahnya menyelamatkan atau mensejahterakan. Keadilan yang paling mendasar hemat saya adalah hormat terhadap harkat martabat manusia. Jika orang dapat hidup bijaksana dan adil maka yang bersangkutan dengan mudah dapat beribadah di dunia sekarang ini. Ibadah di sini hendaknya tidak hanya dipahami secara liturgis melulu seperti berdoa dan bernyanyi, melainkan cara hidup dan cara kerja kita juga merupakan ibadah. Bekerja bagaikan beribadah, maka hendaknya rekan kerja disikapi seperti rekan ibadah, sarana kerja dirawat dan diurus seperti mengurus sarana ibadat, suasana kerja bagaikan suasana beribadat dst… Dengan kata lain sepanjang hari orang hidup dan bersama dengan Tuhan dimanapun dan kapanpun. Dengan dan melalui kerja setiap hari orang membangun dan memperdalam persaudaraan atau perdamaian sejati dengan sesamanya. Kami berhadap suasana yang demikian juga diusahakan di sekolah-sekolah, sehingga sekolah sungguh merupakan komunitas pembelajaran yang menggembirakan.

"Kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka" (Luk 2:20)

Para gembala menjadi saksi utama dan pertama kelahiran Penyelamat Dunia. Dalam tatanan sosial para gembala termasuk dalam kelompok pinggiran alias kurang diperhatikan. Siang malam para gembala hidup di perbukitan atau padang rumput sambil menjaga dan mengurus domba-dombanya. Di malam hari mereka tidur di ruang luas yang beratapkan langit dengan sinar terang bintang-bintang, dst.. Para gembala juga menjadi symbol orang-orang yang lebih mempercayakan diri kepada Penyelenggaraan Ilahi daripada bantuan manusia; mereka memang hidup dalam kemiskinan dan berkekurangan. Dengan kata lain para gembala dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk mawas diri perihal keutamaan (kaul) kemiskinan.

Keutamaan atau kaul kemiskinan merupakan `ibu dan benteng' hidup beriman atau membiara, maka harus dicintai bagaikan mencintai ibu dan dirawat atau diurus bagaikan merawat atau mengurus benteng. Kwalitas kepribadian kita masing-masing sangat tergantung atau dipengaruhi oleh peran ibu yang telah mengandung, melahirkan dan merawat kita dengan dan dalam kasih sejati. Pertumbuhan dan perkembangan pribadi kita sehingga menjadi seperti yang ada saat ini juga tak terlepas dari aneka macam bentuk benteng yang melindungi kita. Tidak mengasihi ibu dan tidak merawat benteng berarti orang yang bersangkutan tak/kurang beriman atau bermoral, demikian juga jika keutamaan atau kaul kemiskinan tidak menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita berarti kita tidak setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Menghayati keutamaan atau kaul kemiskinan berarti hidup dan bertindak mempercayakan diri pada Penyelenggaraan Ilahi, menghayati aneka macam yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini sebagai anugerah Allah.

Meneladan para gembala berarti setelah atau dengan merayakan Natal malam ini kita dipanggil untuk senantiasa memuji dan memuliakan Allah. Marilah hal ini kita hayati tidak hanya secara liturgis melulu, tetapi terutama dan pertama-tama secara pastoral atau sosial, konkret dalam hidup sehari-hari. Maka baiklah saya angkat di sini contoh `memuji dan memuliakan Allah' dalam cara hidup dan cara bertindak sehari-hari:

• Hendaknya kita saling memuji satu sama lain, dan untuk itu baiklah senantiasa kita lihat dan imani apa yang baik, mulia dan luhur baik dalam diri kita sendiri maupun saudara-saudari atau sesama kita. Kami yakin dalam diri kita masing-masing lebih banyak apa yang baik, mulia dan luhur daripada yang buruh, remeh dan jorok. Secara khusus kami berharap kepada kita semua untuk senantiasa memberi pujian bagi mereka yang miskin dan berkekurangan, antara lain dengan memberikan sebagian kekayaan kita kepada mereka.

• Hendaknya kita juga saling memuliakan satu sama lain, yang berarti saling menghormati dan menjunjung tinggi. Marilah kita hayati bahwa masing-masing dari kita adalah gambar atau citra Allah, Allah hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Sekali lagi saya ajak dan ingatkan untuk memperhatikan mereka yang miskin, berkekurangan dan lemah. Ingat dalam tubuh kita ada anggota tubuh yang lemah dan kita beri penghormatan luar biasa, yaita alat kelamin, maka selayaknya kita menghormati mereka yang dipandang lemah di masyarakat kita. Memperhatikan mereka yang miskin, berkekurangan dan lemah merupakan salah satu bentuk konkret pengahayatan iman akan penjelamaan Allah menjadi manusia, Emmanuel, Allah menyertai kita. Dengan kata lain marilah kita perdalam dan perkembangkan sikap empati dan solidaritas kita terhadap saudara-saudari kita, terutama mereka yang miskin, berkekurangan dan lemah.

"Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar." (Yes 9:1)

Kutipan dari Kitab Yesaya di atas ini kiranya baik menjadi permenungan kita semua bersama-sama sebagai bangsa. Ketegangan antar suku dan bangsa masih marak terjadi di sana-sini sebagai dampak dari egoisme, keserakahan dan kesombongan. Dengan hati dan jiwa serta akal budi yang gelap mereka membabi buta untuk menghancurkan sesamanya. Jika kita cermati bangsa Indonesia pun rasanya sedikit banyak `berjalan di dalam kegelapan', nampak dalam cara hidup dan cara bertindak maupun kebijakan para pemimpin, pejabat atau petinggi negeri ini yang dengan sengaja menutupi aneka macam kejahatan serta memperlemah usaha-usaha pemberantasan korupsi serta penegakan keadilan. Untuk menutupi kejahatan atau korupsi mencetuskan gagasan atau pendapat yang dapat menyita perhatian rakyat atau banyak orang, misalnya kasus Yogya: orang disibukkan dengan urusan monarki dan demokrasi terkait dengan Yogya sehingga lupa membicarakan dan memberantas korupsi.

"Terang yang besar telah bersinar" di malam Natal ini, maka kami berharap mereka yang masih berjalan di dalam kegelapan alias menutup hati, jiwa, akal budi dan tubuh kami harapkan dengan rendah hati membuka diri terhadap Sang Terang yang telah bersinar. Kami berharap para pemimpin atau petinggi dan pejabat dapat meneladan `orang majus dari Timur' yang melihat sinar bintang kemudian mengikutinya dan sampailah di tempat tujuan untuk bertemu dan berbakti kepada Sinar Terang yang terbaring di palungan. Marilah kita lihat terang dan hidup dalam terang, yang berarti hidup jujur, disiplin, teratur, tekun, rajin, teliti dst..

"Nyanyikanlah lagu baru bagi Tuhan, menyanyilah bagi Tuhan, hai seluruh bumi! Menyanyilah bagi Tuhan, pujilah nama-Nya! Kabarkanlah dari hari ke hari keselamatan yang datang dari pada-Nya. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa, kisahkanlah karya-karya-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa. Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorai, biar gemuruhlah laut serta segala isinya! Biarlah beria-ria padang dan segala diatasnya, dan segala pohon di hutan bersorak-sorai. Biarlah bersukaria di hadapan Tuhan, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya." (Mzm 96:1-3.11-13)


SELAMAT NATAL 2010 dan TAHUN BARU 2011

Jakarta, 25 Desember 2010

Romo Ignatius Sumarya, SJ