HOMILI: Hari Minggu Adven III; Sabtu-Minggu, 11-12 Desember 2010

Yes 35:1-6a.10; Mzm 146:7-10; Yak 5:7-10; Mat 11:2-11

Kedatangan seorang tokoh besar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara maupun beragama pada umumnya sungguh ditunggu-tunggu oleh banyak orang, seperti kedatangan presiden Amerika Serikat, Barack Obama, bulan lalu yang sempat tertunda-tunda akhirnya datang, meskipun tidak lebih dari 24 jam atau satu hari. Apa yang akan dikatakan dan dilakukan oleh Barack Obama jika datang di Indonesia sangat ditunggu-tunggu, apalagi oleh rekannya di masa kecil maupun mantan gurunya. Apa yang dikatakan dan dilakukan oleh seorang tokoh besar pada umumnya mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak pada pendengarnya. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan perihal kedatangan Penyelamat Dunia, antara lain Yohanes Pembaptis, yang berada di penjara mengutus murid-muridnya untuk menanyakan apakah orang yang telah banyak berbuat baik bagi banyak orang, sehingga cukup banyak orang terpesona dan tertarik, adalah Penyelamat Dunia yang dinantikan. “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat 11: 3). Menanggapi pertanyaan ini Yesus pun menjawab dengan ajakan mereka melihat dan mendengarkan apa yang Ia kerjakan dan katakan, maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk melihat dan mendengarkan apa yang akan dikerjakan dan dikatakan oleh Penyelamat Dunia, yang kita nantikan kedatanganNya. Marilah kita renungkan atau refleksikan.

“Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.” (Mat 11:5)

Sang Penyelamat Dunia, yang kita tunggu-tunggu kedatangan-Nya antara lain akan membuka mata orang buta, membuat orang lumpuh berjalan, menyembuhkan orang sakit, membuka telinga orang agar dapat mendengarkan dengan baik, membangkitkan yang mati dan memberikan apa yang baik bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Alangkah baik dan indahnya jika yang menantikan kedatangan-Nya pada saat ini juga melakukan apa yang akan dilakukan oleh Penyelamat Dunia, maka marilah kita mawas diri sejauh mana kita telah melakukannya dan jika telah melakukannya marilah kita perdalam atau tingkatkan:

· Membuka mata orang buta. Apa yang dimaksudkan dengan ‘buta’ disini kiranya tidak hanya secara phisik, namun lebih-lebih atau terutama secara spiritual. Buta secara spiritual yang kami maksudkan adalah orang yang bersikap mental materialistis atau duniawi, yang gila akan harta benda/uang, jabatan/kedudukan/pangkat dan kehormatan duniawi. Mereka hanya berorientasi pada apa yang kelihatan dan tidak percaya kepada apa yang tak dapat dilihat dengan mata phisik ini. Baiklah mereka yang bersikap mental materialisitis atau duniawi ini kita ingatkan dan ajak untuk mengimani atau menghayati kehadiran dan karya Tuhan dalam hidup sehari-hari dalam semua ciptaan-Nya di bumi ini, terutama dalam diri manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra-Nya. Kita ingatkan ajak untuk menghayati bahwa hidup serta segala sesuatu yang kita miliki, kuasai atau nikmati sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, dan tanpa Tuhan kita tidak dapat hidup, tumbuh-berkembang sebagaimana adanya saat ini.

· Membuat orang lumpuh berjalan. Marilah ‘lumpuh’ disini juga kita fahami secara spiritual, yang antara lain berarti orang yang ‘mandheg/berhenti di tempat’ alias bersikap mental ‘quitter’, tidak sampai ‘camper’ apalagi ‘climber’. Kita ajak dan dorong mereka untuk berusaha bersikap mental ‘ongoing education/formation’, belajar sepanjang hayat. Untuk itu berarti orang harus memiliki sikap terbuka terhadap aneka kesempatan dan kemungkinan untuk tumbuh berkembang terus menerus sampai mati.

· Menyembuhkan orang sakit. Marilah kita fahami ‘sakit’ disini lebih-lebih sakit hati atau sakit jiwa. Ciri-ciri orang sakit hati pada umumnya memiliki banyak musuh, mudah ngambek, dan tertutup; ia tidak menyadari kelemahan dan kerapuhan dirinya, mudah tersinggung dst..Sedangkan orang sakit jiwa pada umumnya mudah marah-marah dan pada suatu saat ketika tidak kuat marah lagi menjadi sinthing alias gila. Menyembuhkan orang sakit hati dan sakit jiwa antara lain pertama-tama kita ajak untuk menghayati diri sebagai yang lemah, rapuh dan berdosa, dan kemudian mohon kasih pengampunan Tuhan, sehingga ia menjadi orang beriman sejati, yaitu menyadari diri sebagai pendosa yang dipanggil dan diutus oleh Tuhan untuk mewartakan kabar baik.

· Membuka telinga orang tuli. Tuli secara spiritual berarti menutup diri; yang bersangkutan tidak mau tahu atas segala sesuatu yang terjadi di lingkungan hidupnya, dengan kata lain yang bersangkutan kurang lebih bersifat egois, yang penting dan utama saya selamat, sedangkan orang lain terserah, begitulah sikapnya. Orang yang bersikap mental demikian kita ingatkan dan ajak untuk menyadari dan menghayati bahwa dirinya dapat hidup dan berkembang sebagaimana adanya saat ini tak terlepas dari kebaikan dan kemurahan hati Tuhan melalui orang-orang yang telah berbuat baik kepadanya. Kiranya yang bersangkutan tak mungkin menghitung berapa orang yang telah berbuat baik kepadanya. Maka kita ajak orang yang bersangkutan untuk terbuka dan dengan rela serta tulus hati berkorban bagi keselamatan atau kebahagiaan sesamanya.

· Membangkitkan yang loyo, frustrasi atau lesu. Harapan itulah yang kita tawarkan kepada mereka yang loyo, frustrasi atau lesu, sesuai dengan semangat adven. Kita ingatkan mereka , sekiranya kurang diperhatikan oleh orang lain yang kemudian membuat dirinya frustrasi, loyo atau lesu, bahwa Tuhan tak pernah melupakan ciptaanNya, terutama manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya.

· Membawa kabar baik bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Secara phisik apa yang baik bagi mereka yang miskin dan berkekurangan adalah harta benda atau uang, maka baiklah kepada mereka kita sumbangkan sebagian harta benda atau uang kita. Namun yang cukup sulit adalah membawa kabar baik bagi mereka yang miskin secara spiritual. Orang seperti Gayus, yang memanipulasi pajak, adalah contoh orang yang miskin secara spiritual. Pendekatan secara phisik atau tatap muka mungkin sulit untuk menyadarkan atau menginsyafkan orang seperti Gayus, maka baiklah kita dekati juga secara spiritual, artinya kita doakan. Marilah di masa adven ini kita tingkatkan hidup doa kita.

Melaksanakan hal-hal tersebut di atas kiranya butuh kesabaran, maka baiklah kita renungkan sapaan atau peringatan Yakobus di bawah ini.

“Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi. Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat! (Yak 5:7-8)

“Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Kesabaran rasanya sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan banyak orang tidak sabar, misalnya di jalanan, muda-mudi yang terjebak pergaualan seks bebas, dst.. Hendaknya kesabaran dibiasakan pada anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dengan teladan konkret dari para orangtua/bapak-ibu.

"Berbahagialah orang yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung,TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar. TUHAN menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya. TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya Sion, turun-temurun! Haleluya” (Mzm 146:7-10)


Jakarta, 12 Desember 2010


Romo. Ign Sumarya, SJ