“Hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya” (Yes 48:17-19; Mzm 1:1-4; Mat 11:16-19)

“Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung. Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya." (Mat 11:16-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· “NATO” = No Action Talk Only, itulah kata-kata yang sering dikenakan pada masa Orde Baru bagi para pejabat pemerintah. Mereka ketika berpidato atau memberi pengarahan sungguh bagus isinya, namun tidak menjadi kenyataan alias tidak dilaksanakan. Nampak berwibawa dalam kata-kata atau omongan, tetapi tercela dalam perilaku atau tindakan. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk lebih mengedepankan atau mengutamakan perilaku atau tindakan daripada kata-kata atau omongan. “Hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya”, demikian sabda Yesus. Maka dengan ini kami berharap kepada siapapun yang merasa berhikmat alias mengenal dan menguasai aneka keutamaan atau nilai kehidupan, hendaknya tidak hanya diomongkan atau didiskusikan saja tetapi dilaksanakan atau dihayati di dalam hidup sehari-hari. Dengan kata lain hendaknya aneka hikmat, keutamaan atau nilai kehidupan sungguh membumi atau mendunia. Ingat dan sadari bahwa yang kita nantikan kedatangannya adalah Penyelamat Dunia, maka alangkah baiknya dalam rangka menantikan kedatanganNya kita berusaha membumikan atau menghayati aneka keutamaan atau nilai kehidupan yang kita ketahui melalui aneka kesempatan. Kepada mereka yang berpengaruh di dalam hidup atau kerja bersama kami harapkan dapat menjadi teladan dalam perilaku atau tindakan yang baik, berbudi pekerti luhur dan menyelamatkan. Kami juga berharap kepada kita semua untuk tidak dengan seenaknya menilai atau mengritik atau mengomentari orang lain, asal omong atau bicara saja. Marilah kita berusaha untuk lebih sedikit dalam bicara alias apa perlunya saja, dan lebih banyak berbuat atau bertindak.

· "Akulah TUHAN, Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh. Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti, maka keturunanmu akan seperti pasir dan anak cucumu seperti kersik banyaknya; nama mereka tidak akan dilenyapkan atau ditiadakan dari hadapan-Ku." (Yes 48:17-19), demikian nasihat Yesaya kepada bangsanya yang sedang mengalami pencobaan dalam kehidupan. Dalam masa yang diwarnai aneka musibah dan bencana alam masa kini, antara lain sebagai akibat pemanasan global dan siklus tahunan, ada kemungkinan kita juga merasa di dalam pencobaan. Bahkan ada orang yang berkomentar bahwa berbagai musibah dan bencana alam yang terjadi mengingatkan kita semua sebagai umat beriman, apakah kita setia pada iman kita: melakukan apa yang berfaedah demi keselamatan jiwa kita, memperhatikan dan melaksanakan perintah-perintah Tuhan, yang antara lain menjadi nyata dalam aneka tatanan atau aturan hidup bersama, dst… Kita semua mendambakan hidup dalam damai sejahtera lahir dan batin, phisik dan spiritual, maka baiklah dambaan tersebut kita wujudkan atau usahakan bersama-sama. Marilah kita wariskan kepada keturunan atau anak-cucu kita bukan harta benda atau uang yang dalam sekejap dapat hancur atau musnah, melainkan keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai kehidupan. Untuk itu hendaknya alokasi tenaga maupun dana bagi pendidikan sungguh memadai dan diutamakan. Anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dibina dan dididik untuk hidup baik dan berbudi pekerti luhur, dan tentu saja teladan konkret dari orangtua atau bapak-ibu sungguh dibutuhkan. Jauhkan sikap materialistis dalam hidup dan kerja dimanapun dan kapanpun! Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang bersikap materialistis ketika menghadapi musibah atau bencana alam dengan mudah menjadi stress bahkan sinthing atau gila.


“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin.”
(Mzm 1:1-4)


Jakarta, 10 Desember 2010


Romo Ignatius Sumarya, SJ