"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan ” (Kid 2:8-14; Mzm 33:2-3.11-12; Luk 1:39-45)

“Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." (Luk 1:39-45), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Pada hari ini kepada kita ditampilkan tokoh Elisabeth, yang pada usia tuanya mengandung anaknya sebagai berkat Tuhan yang luar biasa. Ketika Maria mendengar bahwa Elisabeth mengandung ia pun segera mengunjunginya untuk ikut bergembira, namun ketika Maria memberi salam kepada Elisabeth, ternyata Elisabeth pun tahu bahwa Maria juga telah mengandung Sang Penyelamat Dunia karena Roh Kudus. Elisabeth memberi salam pujian kepada Maria “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”. Maka perkenankan pada hari ini kami mengajak rekan-rekan perempuan, dan mungkin secara khusus kepada mereka yang sudah bersuami namun sampai kini belum dianugerahi anak. Entah telah dianugerahi anak atau belum kami harapkan rekan-rekan perempuan dapat menjadi penyalur berkat bagi orang lain, dan tentu saja jika bersuami secara khusus bagi suami dan anak-anaknya. Ingat bahwa anda sebagai perempuan memiliki rahim dan didalam rahim selama kurang lebih sembilan bulan tumbuh berkembang ‘buah kasih’ atau ‘berkat Tuhan’. Bukankah anak pertama yang anda kandung dan lahirkan sungguh dihayati sebagai berkat atau rahmat Tuhan dengan penuh syukur dan terima kasih? Kelahiran anak pertama sungguh menjadi kegembiraan besar bagi anda dan suami anda serta saudara-saudari dan kenalan anda? Hendaknya pengalaman yang menggembirakan tersebut terus dikenang dan diperdalam, artinya dengan rendah hati dan bantuan rahmat Tuhan senantiasa berusaha hidup dengan penuh syukur dan terima kasih, sehingga kehadiran anda dimanapun dan kapanpun dapat menjadi berkat Tuhan bagi sesama.. Kami juga berharap rekan-rekan perempuan untuk saling memuji satu sama lain di dalam hidup sehari-hari.

· “Dengarlah! Kekasihku! Lihatlah, ia datang, melompat-lompat di atas gunung-gunung, meloncat-loncat di atas bukit-bukit. Kekasihku serupa kijang, atau anak rusa. Lihatlah, ia berdiri di balik dinding kita, sambil menengok-nengok melalui tingkap-tingkap dan melihat dari kisi-kisi” (Kid 2:8-9) . Kutipan dari Kidung Agung ini kiranya cukup baik untuk menjadi permenungan bagi siapapun yang hidup saling mengasihi dan tentu saja secara khusus bagi suami-isteri yang telah saling berjanji untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. “Kekasihku”, begitulah kiranya yang ada dalam hati anda masing-masing, para suami-isteri, saling memperlakukannya. Antar kekasih sejati pada umumnya saling terbuka satu sama lain, dan tiada sedikitpun yang disembunyikan, sebagaimana terjadi ketika sedang memadu kasih dalam hubungan seksual. Dalam keterbukaan satu sama lain saling menyambut dan memperlakukan dengan penuh mesra dan hangat, sehingga relasi berdua sungguh menggembirakan dan menggairahkan. Kami berharap pengalaman yang demikian dapat disebarluaskan dalam kehidupan bersama dimanapun dan kapanpun, tentu saja tidak secara fisik, namun lebih-lebih dan terutama secara spiritual rational. Ingatlah dan sadari serta kemudian hayati bahwa masing-masing dari kita adalah ‘yang terkasih’, buah kasih, maka baiklah kita saling memperlakukan satu sama lain sebagai yang terkasih bertemu dengan yang terkasih. Memang untuk itu pertama-tama kita masing-masing harus menyadari dan menghayati sebagai yang terkasih, yang telah menerima kasih karunia Allah secara melimpah ruah melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita, menyapa, menyentuh dan memperhatikan kita. Berani menghayati diri sebagai yang terkasih berarti kemudian hidup dan bertindak dengan penuh syukur dan terima kasih kepada sesamanya.

“Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai!... tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun. Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri” (Mzm 33:2-3.11-12)


Jakarta, 21 Desember 2010

Romo Ign Sumarya, SJ