"Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (Gal 3:22-29; Mzm 105:2-6; Luk 11:27-28)


“Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau." Tetapi Ia berkata: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” (Luk 11:27-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Ketika ada seorang tokoh masyarakat atau agama tampil begitu mengesankan dan mempesona dalam rangka menghayati panggilan atau melaksanakan tugas pengutusan, maka secara umum orang akan berkomentar sebagaimana orang banyak yang terkesan dan terpesona terhadap Yesus “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engaku dan susu yang telah menyusui Engkau”. Menanggapi pujian tersebut Yesus tidak langsung mengamini dengan jelas, melainkan bersabda “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Alah dan memeliharanya”. Sabda Yesus ini kiranya juga layak untuk dikenakan pada Bunda Maria, teladan hidup umat beriman. Bunda Maria sungguh dikenal sebagai yang setia mendengarkan firman Allah dan memeliharanya atau melaksanakannya, maka marilah sebagai orang beriman kita meneladan Bunda Maria. Pertama-tama marilah kita perdalam dan perteguh keutamaan ‘mendengarkan’ dalam diri kita masing-masing. Firman Allah selain tertulis di dalam Kitab Suci juga telah diusahakan pengaktualisasian atau penafsiran isi Kitab Suci ke dalam aneka tata tertib hidup dan kerja bersama, maka baiklah kita ‘dengarkan’ dengan baik alias kita fahami aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing dan kemudian kita laksanakan atau hayati dalam sepak terjang dan pelayanan kita setiap hari. Sekali lagi kami tegaskan bahwa keunggulan hidup beriman adalah terletak dalam pelaksanaan atau perilaku, maka baiklah dengan rendah hati dan bantuan rahmat Allah kita transformasikan aneka macam nilai dan keutamaan yang ada di dalam tata tertib ke dalam perilaku kita. Kami berharap kepada mereka yang berpengaruh dalam hidup dan kerja bersama dapat menjadi teladan dalam transformasi nilai atau keutamaan ke dalam perilaku atau cara hidup dan cara bertindak sehari-hari.

“Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah” (Gal 3:27-28), demikian kesaksian iman atau peringatan Paulus kepada kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus atau yang telah menerima rahmat baptisan/dibaptis. Pembaptisan bagaikan “SIM” para pengendara atau sopir; memiliki SIM berarti diberi kebebasan untuk menfungsikan kendaraan kemana dikehendaki, atau bagaikan “KTP” dimana para pemilik KTP diakui resmi sebagai anggota masyarakat. Pembaptisan adalah ‘Surat Izin Menghayati’ janji baptis yang telah diikrarkan, yaitu ‘hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan’. Maka marilah kita semua yang telah dibaptis bekerja sama, saling membantu dan mendukung dalam penghayatan janji baptis tersebut. Hemat saya ketika kita setia menghayati janji baptis, maka janji-janji yang lain atau mengikutinya akan bermakna. Pembaptisan juga merupakan dasar utama dalam hidup bersama, sehingga dalam hidup bersama ‘tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena semua adalah milik Kristus dan keturunan Abraham’. Ketika ada saudara-saudari kita dalam menghayati hidup dan panggilan tidak baik alias cara hidup dan cara bertindaknya tidak sesuai dengan panggilannya, entah sebagai suami atau isteri, pastor, bruder atau suster, hendaknya yang bersangkutan diingatkan perihal rahmat pembaptisan, artinya diajak dengan rendah hati untuk menjadi orang yang telah dibaptis dengan baik, sama-sama telah dibaptis. Hendaknya jangan diingatkan perihal panggilan mereka, misalnya ‘hendaknya menjadi suami, isteri, pastor, bruder, suster yang baik’, tetapi ‘marilah kita ramai-ramai dan saling membantu dalam menghayati janji baptis’, ramai-ramai dan saling membantu dalam mengabdi Tuhan melalui sesama maupun menolak godaan setan yang menggejala dalam aneka rayuan kenikmatan duniawi.

“Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib! Bermegahlah di dalam nama-Nya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari TUHAN! Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu! Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang diucapkan-Nya, hai anak cucu Abraham, hamba-Nya, hai anak-anak Yakub, orang-orang pilihan-Nya!” (Mzm 105:2-6)



Jakarta, 9 Oktober 2010.


Romo. Ign. Sumarya, SJ