Pewartaan Sabda Tuhan Dalam Perayaan Ekaristi

Gereja menaruh perhatian besar terhadap Alkitab yang adalah Sabda Allah. “Dalam perayaan-perayaan liturgi dimasukkan bacaan Alkitab yang lebih banyak, lebih beraneka ragam dan lebih cocok.” (KL 35, 1). Ini terwujud dalam tata bacaan misa yang baru :


* Bacaan-bacaan Alkitab disajikan dalam lingkaran 3 tahun (Tahun A, B, dan C) untuk hari Minggu, dan lingkaran dua tahun (Tahun I dan II) untuk hari biasa dalam pekan.
* Untuk setiap perayaan Ekaristi hari Minggu disajikan tiga bacaan: bacaan pertama dari Perjanjian Lama atau (pada Masa Paskah) dari Kisah Para Rasul, bacaan kedua dari tulisan para rasul (surat-surat dan Wahyu), dan bacaan ketiga dari Injil.



Konstitusi Liturgi menandaskan bahwa Tuhan hadir dalam sabda-Nya, karena Ia sendirilah yang berbicara bilamana dalam Gereja Alkitab dibacakan. Hal yang sama ditegaskan oleh Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) no. 29: Bila Alkitab dibacakan dalam gereja, Allah sendirilah yang bersabda kepada umat-Nya, dan Kristus mewartakan kabar baik, sebab Ia hadir dalam sabda itu.

Liturgi Sabda berhubungan erat sekali dengan Liturgi Ekaristi. Dalam Liturgi Sabda dipaparkan karya keselamatan Allah yang disyukuri dalam Liturgi Ekaristi (Doa Syukur Agung). Mengenai hubungan antara sabda dan Ekaristi, PUMR 28 menulis : “Perayaan Ekaristi boleh dikatakan terdiri atas dua bagian: Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Keduanya berhubungan begitu erat satu sama lain, sehingga merupakan satu tindak ibadat.” Sebab dalam Perayaan Ekaristi itu sabda Allah dihidangkan untuk menjadi pengajaran bagi orang-orang beriman dan Tubuh Kristus dihidangkan untuk menjadi santapan bagi mereka. Dengan demikian, dalam perayaan Ekaristi digelar dua meja: meja Sabda dan meja Ekaristi. Dari kedua meja ini jemaat yang berhimpun menikmati hidangan untuk melestarikan dan mengembangkan hidupnya. Dari meja sabda jemaat menikmati sabda Tuhan, sedang dari meja Ekaristi jemaat menikmati Tubuh Tuhan.

Bacaan-bacaan diwartakan dari mimbar, yang merupakan tempat khusus untuk mewartakan firman Allah. Dari sebab itu, pada hakikatnya mimbar dikhususkan untuk bacaan Alkitab, mazmur tanggapan, pujian paskah. Homili dan doa umat juga boleh dibawakan dari mimbar, karena keduanya begitu erat berkaitan dengan seluruh liturgi sabda. Tetapi, kurang serasilah kalau petugas-petugas lain seperti komentator, solis atau dirigen juga menggunakan mimbar pada saat melaksanakan tugas masing-masing.

Sesuai dengan martabat Sabda Allah, buku-buku bacaan yang dimaksudkan untuk perayaan tidak boleh diganti dengan edaran-edaran pastoral lain, misalnya dengan lembaran-lembaran yang sebenarnya disusun sebagai bahan persiapan sebelum perayaan Ekaristi atau sebagai bahan renungan pribadi sesudah perayaan Ekaristi.

Unsur dasar Liturgi Sabda adalah pewartaan dan pendengaran, mewartakan dan mendengarkan, pewarta dan pendengar. Maka Gereja menekankan pentingnya membacakan dan mendengarkan sebagai ritual dasar. Pembacaan adalah tugas lektor, diakon, dan imam. Tugas jemaat adalah mendengarkan . PUMR 29 menegaskan: “Umat wajib mendengarkan dengan penuh hormat.”


PUMR 28-29
28. Misa terdiri atas dua bagian, yakni Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Keduanya berhubungan begitu erat satu sama lain, sehingga merupakan satu tindak ibadat. Sebab dalam Misa Sabda Allah dihidangkan untuk menjadi pengajaran bagi orang-orang beriman, dan Tubuh Kristus dihidangkan untuk menjadi makanan bagi mereka. Di samping itu, ada Ritus Pembuka dan Ritus Penutup.

29. Bila Alkitab dibacakan dalam gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya, dan Kristus sendiri mewartakan kabar gembira, sebab Ia hadir dalam sabda itu.

Oleh karena itu, pembacaan Sabda Allah merupakan unsur yang sangat penting dalam liturgi. Umat wajib mendengarkannya dengan penuh hormat. Memang, Sabda Allh ditujukan kepada semua orang dari segala zaman dan dapat mereka pahami. Namun sabda itu akan dipahami secara lebih penuh dan lebih berhasil guna bila dijabarkan secara konkret. Ini dilakukan dalam homili, yang merupakan bagian dari perayaan liturgis.

PUMR 55-59

55. Bacaan-bacaan dari Alkitab dan nyanyian-nyanyian tanggapan- nya merupakan bagian pokok dari Liturgi Sabda, sedangkan homili, syahadat, dan doa umat memperdalam Liturgi Sabda dan menutupnya. Sebab dalam bacaan, yang diuraikan dalam homili, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya.75 Di situ Allah menyingkapkan misteri penebusan dan keselamatan serta memberikan makna rohani. Lewat sabda-Nya, Kristus sendiri hadir di tengah-tengah umat beriman. Sabda Allah itu diresapkan oleh umat dalam keheningan dan nyanyian, dan diimani dalam syahadat. Setelah dikuatkan dengan sabda, umat memanjatkan permohonan-permohonan dalam doa umat untuk keperluan seluruh Gereja dan keselamatan seluruh dunia.

Saat Hening

56. Liturgi Sabda haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung. Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu permenungan harus sungguh dihindari. Selama Liturgi Sabda, Sangat cocok disisipkan saat hening sejenak, tergantung pada besarnya jemaat yang berhimpun. Saat hening ini merupakan kesempatan bagi umat untuk meresapkan sabda Allah, dengan dukungan Roh Kudus, dan untuk menyiapkan jawaban dalam bentuk doa. Saat hening sangat tepat dilaksanakan sesudah bacaan pertama, sesudah bacaan kedua, dan sesudah homili.

Bacaan – bacaan dari Alkitab

57. Dalam bacaan-bacaan dari Alkitab, sabda Allah dihidangkan kepada umat beriman, dan khazanah harta Alkitab dibuka bagi mereka. Maka, kaidah penataan bacaan Alkitab hendaknya dipatuhi, agar tampak jelas kesatuan Perjanjian Lama – Perjanjian Baru dengan sejarah keselamatan. Tidak diizinkan mengganti bacaan dan mazmur tanggapan, yang berisi Sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Alkitab.

58. Dalam Misa umat, bacaan-bacaan selalu dimaklumkan dari mimbar.

59. Menurut tradisi, pembacaan itu bukanlah tugas pemimpin perayaan, melainkan tugas pelayan yang terkait. Oleh karena itu, bacaan-bacaan hendaknya dibawakan oleh lektor, sedangkan Injil dimaklumkan oleh diakon atau imam lain yang tidak memimpin perayaan. Akan tetapi, kalau tidak ada diakon atau imam lain, maka Injil dimaklumkan oleh imam selebran sendiri. Juga kalau lektor tidak hadir, bacaan-bacaan sebelum Injil pun dapat dibawakan oleh imam selebran sendiri.

Visi Batin dan Semangat Penghayatan Lektor

Hal paling mendasar yang harus disadari oleh seorang lektor adalah bahwa ia seorang beriman. Lektor adalah pengaku iman, seorang confessor. Untuk dapat menjalankan tugas perutusannya, seorang lektor dituntut lebih dulu untuk mengakui Tuhan dan kebenaran Sabda-Nya dalam Kitab Suci. Ia juga harus percaya sepenuhnya bahwa Gereja dan liturginya memang dikehendaki Tuhan sebagai sarana keselamatan. Dalam konteks peribadatan suci Gereja, khususnya dalam Liturgi Sabda, lektor harus percaya bahwa “bila Alkitab dibacakan dalam Gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya” (PUMR 29; bdk. SC 33). Kepercayaan yang sama hendaklah diberikan pada saat Injil dibacakan diakon atau imam sebagai saat Kristus sendiri hadir dan menyampaikan sabda-Nya (PUMR 55). Lektor hendaklah percaya bahwa dalam Liturgi Sabda Allah sungguh hadir melalui Sabda yang dibacakannya. Bahkan, ia diundang untuk percaya akan kehadiran Allah sepanjang Perayaan Misa Kudus. Dari kesadaran ini diharapkan lektor mampu melaksanakan tugas pembacaan Sabda Allah sebagai sarana mengekspresikan imannya. Karena itu lektor diharapkan mampu menjadi pribadi yang selalu haus akan Sabda Tuhan dan siap menghidupi kebenaran Kitab Suci. Ia diundang untuk terbuka dan mau dijiwai oleh Sabda Tuhan agar dirinya selalu gembira dan berani menampilkan kesaksian hidup. Dari lektor diharapkan muncul sikap-sikap pokok seperti disiplin, hormat dan taat pada Sabda Tuhan.

Didukung oleh pemahaman biblis dan ketrampilan teknisnya, penghayatan rohani lektor harus mampu menghadirkan Allah yang sedang bersabda. Melalui suaranya, lektor hendaklah mampu menampilkan Roh Allah yang tersembunyi di balik kata-kata Kitab Suci yang penuh daya. Lektor dipanggil untuk mampu menghadirkan kembali karya keselamatan Allah dalam sejarah manusia sebagaimana terlukis indah dalam seluruh teks Kitab Suci. Melalui gema suaranya, lektor diharapkan dapat mengaktualkan kekuatan Sabda Tuhan yang menghibur dan meneguhkan, menggembirakan dan menghidupkan, memberi berkat dan menyelamatkan. Lektor diharap mampu menghadirkan kehendak Allah sendiri yang senantiasa ingin membangun, menjaga, merawat dan menyempurnakan jemaat Kristus hingga menjadi Yerusalem surgawi. Di sisi lain, hendaklah lektor menggunakan kemampuannya dengan optimal agar segenap jemaat mampu menangkap pewahyuan dan buah-buah rahmat Tuhan dalam Sabda yang dibacakannya. Bahkan, melalui suaranya lektor diharapkan dapat mengantar jemaat ke dalam perjumpaan dengan Allah sendiri dan semakin masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya.

Tugas lektor oleh karena itu sungguh sangat luhur. Lektor adalah utusan, duta Tuhan untuk menyampaikan Sabda-Nya dalam liturgi Gereja. Untuk itu, para lektor dipilih dari antara jemaat untuk diberi kepercayaan dan kemudian dilantik untuk tugas pelayanan pembacaan Sabda Allah. Lektor dipilih untuk menyampaikan Sabda Allah sebagaimana Allah sendiri ingin menyampaikannya. Bagaikan nabi, lektor adalah penyambung lidah Tuhan, komunikator dan juru bicara Tuhan. Hendaklah lektor menyediakan dirinya sebagai alat bagi Tuhan untuk menyampaikan Sabda-Nya. Hendaklah lektor membiarkan Allah hidup di dalam gema suaranya dan menyediakan diri penuh ketaatan untuk selalu digerakkan oleh daya Roh Kudus. Adalah bantuan khas lektor untuk membantu jemaat menangkap pesan Tuhan seperti yang dikehendaki-Nya. Tidak kurang. Tidak lebih.


Tugas Lektor

* Lektor dilantik untuk mewartakan bagi jemaat bacaan-bacaan dari Alkitab, kecuali Injil (PUMR 99), yakni Bacaan I atau II, atau bahkan - bila tidak ada petugas lain, juga kedua bacaan yang ada.
* Lektor, bila tak ada pemazmur, boleh membawakan mazmur tanggapan (PUMR 99) setelah saat hening yang menyusul Bacaan I (PUMR 196).
* Lektor, jika tidak ada diakon, boleh juga membawakan doa-doa umat setelah lebih dahulu dibuka imam (PUMR 197).
* Lektor, jika tak ada lagu pembuka dan nyanyian komuni, boleh membawakan antifon pembuka dan antifon komuni yang terdapat dalam Misale kecuali kalau antifon-antifon itu didaraskan oleh jemaat atau imam (PUMR 48,87, 198).
* Tugas lektor istimewa, sebab meskipun pada saat bertugas ada pelayan tertahbis, tugas itu harus dijalankannya sendiri (PUMR 99) sesuai kebiasaan tradisi (PUMR 59). Meski dalam kasus lektor tidak hadir, imam atau bahkan umat comotan, dapat mengambil alih tugas pembacaan sebelum Injil (ibid.), tugas lektor tetap memiliki kehormatan tersendiri untuk selalu dipenuhi sesuai martabatnya.


Tata Gerak Pelaksanaan Tugas Lektor (Lihat PUMR 194 - 195)

* Dalam prosesi menuju altar (dianjurkan terutama untuk misa hari-hari raya); bila tidak ada diakon, lektor - dengan mengambil posisi di depan imam selebran / konselebran (PUMR 120), dapat membawa Evangeliarium (Kitab Injil yang khusus memuat teks yang dipakai sepanjang tahun kalender liturgi; hindari membawa lembar teks misa!) dengan sedikit mengangkatnya di depan dada dan cover depan menghadap ke depan. Jika tidak membawa Evangeliarium, lektor berjalan dalam deret para pelayan lain (PUMR 195). Saat tiba di depan altar (di bawah panti imam), ketika rombongan prosesi lain berlutut, lektor membungkuk khidmat, kemudian berdiri bersama dan membawa Evangeliarium langsung ke altar serta meletakkannya di atasnya (baik bila ada book stand yang layak) lalu berbalik berjalan bersamaan dengan petugas-petugas lain menuju tempat duduk yang telah disediakan khusus (dianjurkan di antara umat di deret terdepan, dan tidak di wilayah panti imam).
* Segera setelah imam selebran menyelesaikan Doa Pembuka, lektor berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju panti imam, berhenti dan berlutut sejenak (cukup 3 detik) di depari altar pusat, berdiri (tanpa tunduk lagi) lalu berjalan menuju mimbar baca atau ambo tanpa perlu menundukkan kepala ke arah imam selebran duduk. Berlutut di depan altar pusat dapat diganti dengan menundukkan kepala jika di belakang altar pusat tidak terdapat tabernakel (yang berisi tubuh Kristus).
* Sambil berdiri tegak (tak satu pun kaki dimainkan, ditekuk atau jinjit sekali pun) segera lakukan persiapan kilat:
1. buka Lectionarium tepat pada halaman yang akan dibaca (pastikan sudah ditandai sebelumnya entah dengan pita atau pembatas lain),
2. pastikan microphone pada posisi on dan level ketinggiannya sesuai,
3. letakkan kedua tangan di atas-pinggir buku Lectionarium (untuk memastikan lembar halaman tidak terbalik tertiup udara mengalir; dan bila diperlukan, dalam posisi ini salah satu tangan dapat berfungsi untuk membantu mata mengikuti proses pembacaan).
* Awalilah membaca dengan rumusan, “Pembacaan dari….” (tanpa menyebut rubrik, bab maupun ayatnya) dan setelah jeda sejenak (cukup 3 detik) lanjutkan membaca teks keseluruhan. Kata-kata “Bacaan Pertama” atau “Bacaan Kedua” tidak perlu dibaca juga, sebab itu hanya judul, berkedudukan sama seperti Doa Pembuka, Doa Syukur Agung, Komuni dsb. Akhiri dengan rumusan, “Demikianlah sabda Tuhan” setelah lebih dahulu memberi waktu jeda 3 detik pada akhir teks.
* Setelah selesai pembacaan Sabda Allah, lektor berjalan menuju depan altar, berhenti dan berlutut khidmat (3 detik) menghadap altar pusat lalu berdiri berbalik berjalan menuju tempat duduk semula.


Persiapan Tugas

* Jauh hari memastikan diri telah mengetahui teks bacaan yang akan dibawakan (dapat melalui kalendarium liturgi).
* Bacalah teks yang akan dibawakan, upayakan memahami dengan baik pesannya.
* Pahami jenis teksnya, analisa dan urailah strukturnya, buatlah penuntun penggalan frasa baca, buatlah juga ragam tanda baca.
* Menyediakan waktu untuk berlatih membaca berulangkali hingga sebaik mungkin dan dengan cara-cara kreatif (di depan cermin, direkam untuk kemudian didengar ulang, di depan orang lain atau suatu tim agar mendapat masukan dan kritik).
* Selain latihan pribadi serupa itu, baik pula jika diagendakan latihan bersama lektor lain. Ketua tim liturgi paroki, atau yang diserahi tanggung jawab melatih, bisa ikut hadir menyaksikan dan turut memberi masukan dan bimbingan.
* Baik bila membiasakan diri untuk melatih diri on the spot, bagaikan suatu gladhi bersih, pada saat menjelang tugas.



Pelaksanan Tugas

* Biasakan diri datang bertugas minim 30 menit sebelum misa dimulai - terutama bila mengikuti prosesi, agar cukup waktu untuk berganti busana (mungkin), menenangkan diri dan berdoa batin.
* Bila tidak mengikuti prosesi dan tidak memakai busana liturgis, pastikan busana yang dikenakan sungguh layak dan pantas(8) untuk tujuan peribadatan suci, terutama lektor wanita yang kadang agak complicated dalam urusan ini.
* Bila duduk dan tidak membawa sendiri Lectionarium, pastikan lebih dahulu pada saat Misa belum dimulai bahwa di atas mimbar Sabda sudah ada Lectionarium dimaksud dan bahwa teks yang akan dibaca telah diberi tanda pembatas. Saat itu juga, meski bukan tugas lektor, pastikan pula bahwa microphone berada dalam keadaan siap.
* Saat berjalan menuju mimbar, jika membawa Lectionarium, hayatilah bahwa anda sedang memegang ayat-ayat suci, kitab yang mengandung Sabda Tuhan sendiri. Sadarilah bahwa anda sedang berdiri di panti imam, sangat dekat dengan tabernakel tempat Allah yang kudus bertahta.
* Saat membacakan Sabda Tuhan adalah saat ketika segenap kemampuan teknis, penguasaan alat dan suasana, pengalaman dan penghayatan terbaik (yang telah dilatih sebelumnya) anda buktikan.
* Selama membaca hendaklah menjaga bahasa tubuh terjaga penuh kewibawaan, mengatur irama nafas yang dalam dan halus, dan membangun suara komunikatif tanpa kehilangan warna magis.



Evaluasi Tugas

* Baik bila lektor membiasakan diri untuk mengadakan evaluasi pasca pelaksanaan tugas, baik secara jujur lewat introspeksi diri maupun melalui input atau kritik dari orang lain atau tim liturgi. Bergunalah untuk menggunakan jasa evaluasi tersebut bagi kepentingan diri meningkatkan kualitas baca.
* Bahkan, demi membangun budaya kualitas tersebut, baik bila tim liturgi paroki secara rutin menggelar lomba lektor dengan para pemenang diberi hadiah tugas baca dalam misa-misa hari raya besar seperti Paska dan Natal, atau misa-misa penting lainnya. Bila kebiasaan ini dijaga rutin, bukan tidak mungkin membaca Sabda Allah akan dihargai sebagai tugas terhormat.
* Baik jika di bawah koordinasi tim liturgi paroki, para lektor secara periodik diajak untuk berkumpul sebagai satu komunitas. Pertemuan ini dapat digunakan untuk sekedar berbagi pengalaman atau pun untuk tujuan yang lebih spesifik seperti pembekalan, pembinaan, latihan bersama, doa bersama dsb.
* Baik juga bila komunitas lektor dalam suatu paroki diberi kesempatan, sekurangnya sekali setahun, untuk memperoleh penyegaran rohani entah melalui rekoleksi maupun retret.



Footnotes:


1 “Roh Tuhan ada pada-Ku / oleh sebab la telah mengurapi Aku / untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin / dan la telah mengutus Aku / untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan / dan penglihatan bagi orang-orang buta / untuk membebaskan orang-orang yang tertindas / untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”
2 I Apol., xix, 1.
3 Denzinger, Enchiridion, n. 45.
4 "Gesta apud Zenophilium" dalam Optatus of Mileve, apendiks edisi Vienna dari "Corp. Script. Eccl. Lat.", XXVI, 185-197.
5 Denzinger, op. cit. n. 156.
6 Lih. Inaestimabile Donum, 18.
7 Lih. Lakukanlah Ini, Sekitar Misa Kita, C.H. Suryanugraha, hal. 50.
8 Sekedar tips bagi lektor putri. Untuk pakaian, hindari pemakaian tank top, T-shirt / blouse tanpa lengan (u can see), berdada rendah atau pun ketat model pressed body, atasan off shoulder (bahu terbuka), rok di atas lutut dan celana panjang yang terlalu hipster. Untuk busana, hindari juga jenis kain tipis semrawang serta model dan warna mencolok. Untuk alas kaki, hindari sepatu berhak terlalu tinggi dan berbahan rawan licin. Hindari pula pemakaian kosmetik dan asesoris berlebihan. Jangan menginginkan anda lebih menarik dari Sabda Tuhan sendiri.


Sumber: P. Dicky Rukmanto, Pr adalah Ketua KomLit Keuskupan Surabaya; Seputar Liturgi Katolik