“Dari angkatan ini dituntut darah semua nabi yang telah tertumpah sejak dunia dijadikan” (Ef 1:1-10; Mzm 98:1-6; Luk 11:47-54)

“Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, tetapi nenek moyangmu telah membunuh mereka. Dengan demikian kamu mengaku, bahwa kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya. Sebab itu hikmat Allah berkata: Aku akan mengutus kepada mereka nabi-nabi dan rasul-rasul dan separuh dari antara nabi-nabi dan rasul-rasul itu akan mereka bunuh dan mereka aniaya, supaya dari angkatan ini dituntut darah semua nabi yang telah tertumpah sejak dunia dijadikan, mulai dari darah Habel sampai kepada darah Zakharia yang telah dibunuh di antara mezbah dan Rumah Allah. Bahkan, Aku berkata kepadamu: Semuanya itu akan dituntut dari angkatan ini. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan; kamu sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi." Dan setelah Yesus berangkat dari tempat itu, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terus-menerus mengintai dan membanjiri-Nya dengan rupa-rupa soal. Untuk itu mereka berusaha memancing-Nya, supaya mereka dapat menangkap-Nya berdasarkan sesuatu yang diucapkan-Nya.” (Luk 11:47-54), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.



Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Sabda Yesus hari ini melanjutkan kemarin: peringatan bagi orang-orang Farisi. Nampaknya apa yang tertulis dalam Warta Gembira hari ini sedikit banyak diwarnai ‘hukum karma’, maka kiranya sabda Yesus hari ini baik untuk menjadi bahan refleksi atau permenungan bagi siapapun yang bersikap mental Farisi atau munafik. Pengalaman atau pengamatan menunjukkan bahwa penderitaan anak-cucu terjadi karena dosa atau kebejatan moral orangtua atau nenek-moyang mereka. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk tidak bersikap mental Farisi atau munafik agar anak-cucu atau penerus kita tidak menderita. Marilah aneka macam keutamaan atau nilai-nilai kehidupan yang kita ketahui juga kita hayati atau laksanakan dalam hidup kita sehari-hari. Jika kita memiliki ‘kunci pengetahuan’ hendaknya kita fungsikan untuk lebih mengetahui dan memahami aneka pengetahuan, keutamaan atau nilai-nilai kehidupan dan tentu saja kemudian kita hayati atau laksanakan. Peringatan atau ajakan ini secara khusus kami sampaikan kepada rekan-rekan pastor, guru, orangtua atau para penceramah dalam berbagai kesempatan, yang sering memberi nasihat, saran atau petuah-petuah. Hendaknya tidak hanya memberitahukan atau menyampaikan nasihat, saran dan petuah saja, tetapi sekaligus juga melaksanakan atau menghayati apa yang telah dikatakan, sehingga terjadilah kesatuan antara kata dan tindakan atau perilaku. Dalam kesatuan antara kata dan tindakan atau perilaku kiranya kita akan semakin disegani oleh orang lain.

· “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya” (Ef 1:5-6). Sebagai orang beriman kita diingatkan bahwa kita adalah anak-anak Allah, artinya orang-orang yang hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah, senantiasa mendengarkan dan melaksanakan firman-firman atau sabda-sabda Allah, yang antara lain sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak sedemikian rupa sehingga semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia dimanapun dan kapanpun. Jika cara hidup dan cara bertindak atau perlaku kita baik, bermoral atau berbudi pekerti luhur, maka dengan demikian kita memuliakan dan menghormati orangtua atau nenek-moyang kita, ‘mendhem jero, mikul dhuwur’ = mengubur dalam-dalam dan mengangkat tinggi-tinggi, demikian kata pepatan Jawa. Marilah kita kubur dalam-dalam apa yang tidak baik dan kita angkat tinggi-tinggi apa yang baik, artinya kita tinggalkan aneka macam yang tidak baik dan kita hayati dengan sepenuh hati aneka macam yang baik. Jika ada cara hidup atau cara bertindak orangtua atau nenek-moyang kita hendaknya tidak ditiru melainkan ditinggalkan, sebaliknya cara hidup dan cara bertindak mereka yang baik kita tiru dan perdalam serta perluas dalam kehidupan kita masa kini, sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Jika kita sungguh baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, kiranya kita juga terbuka terhadap aneka macam kemungkinan dan kesempatan untuk semakin memperdalam dan memperluas apa yang baik sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi. Dengan kata lain hendaknya kita peka terhadap tanda-tanda zaman dan menanggapinya sesuai dengan kehendak Tuhan.



“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!” (Mzm 98:1-4)



Jakarta, 14 Oktober 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ