“Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang”

21.09.2010





“Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit. Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang, kata-Nya kepada mereka: "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju. Dan apabila kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ. Dan kalau ada orang yang tidak mau menerima kamu, keluarlah dari kota mereka dan kebaskanlah debunya dari kakimu sebagai peringatan terhadap mereka." Lalu pergilah mereka dan mereka mengelilingi segala desa sambil memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat.” (Luk 9:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.



Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Rasul adalah seseorang yang diutus, hidup dan bertindak sesuai dengan perintah dari yang mengutus. Yesus memanggil kedua belas murid atau rasul-Nya dan “mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang”. Sebagai orang beriman kita semua memiliki dimensi rasuli, dan dengan demikian kita juga memperoleh tugas pengutusan ‘untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang’. Kerajaan Allah berarti Allah yang meraja atau menguasai, maka memberitakan Kerajaan Allah antara lain berarti mengajak dan mendorong sesama kita agar siap sedia untuk dirajai atau dikuasai oleh Allah dan selanjutnya hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah dalam hidup sehari-hari alias senantiasa berbuat baik kepada orang lain atau berbudi pekerti luhur. Hal itu hemat saya senada dengan ‘menyembuhkan orang’ dari penyakit, entah sakit jiwa, sakit hati, sakit akal budi maupun sakit tubuh. Mereka yang sedang menderita sakit antara lain karena hidup dan bertindak tidak sesuai dengan kehendak Allah, melainkan hanya mengikuti kemauan atau keinginan diri sendiri alias seenaknya sendiri, semau gue, ‘sak penake dhewe’. Dalam rangka melaksanakan tugas pengutusan ini kita diharapkan tidak mengandalkan atau tergantung pada aneka macam sarana-prasarana, harta benda atau uang, melainkan mengandalkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi serta diri kita yang dirajai atau dikuasai oleh Allah. Dengan kata lain sebagai orang beriman yang memiliki dimensi rasuli kita diharapkan senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah, setia mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan panggilan, tugas pengutusan kita masing-masing. Marilah kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada senantiasa berusaha untuk ‘memberitakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang dari aneka macam penyakit’.

· “ Semua firman Allah adalah murni. Ia adalah perisai bagi orang-orang yang berlindung pada-Nya. Jangan menambahi firman-Nya, supaya engkau tidak ditegur-Nya dan dianggap pendusta” (Ams 30:5-6), demikian kutipan dari kitab Amsal. Seluruh firman Allah atau kehendak Allah kiranya dapat dipadatkan dalam perintah atau firman-Nya untuk saling mengasihi satu sama lain dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh. Rasanya kita tak akan mungkin menambahi perintah saling mengasihi ini, dan mungkin malah terbiasa untuk mengurangi dan dengan demikian sering menderita sakit. Segenap berarti seutuhnya atau 100% (seratus persen), kurang dari 100% berarti tidak utuh atau tidak genap dan dengan demikian berarti sedang menderita sakit. Anda yang hidup berkeluarga sebagai suami-isteri kiranya memiliki pengalaman iman mendalam perihal saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh, yang antara lain menjadi nyata dalam hubungan seksual. Maka kami berharap para suami-isteri atau orangtua dapat menjadi saksi atau teladan dalam hal melaksanakan perintah atau firman Allah bagi anak-anak yang dianugerahkan kepada mereka. Pengalaman konkret untuk senantiasa berlindung pada Allah alias saling mengasihi dalam hidup sehari-hari di dalam keluarga akan menjadi kekuatan atau modal luar biasa untuk hidup dan bertindak saling mengasihi dalam lingkungan hidup yang lebih luas. Marilah kita juga menjauhkan diri dari aneka dusta alias tidak pernah berdusta pada diri sendiri, sesama maupun Allah. Jika kita melihat saudara-saudari kita berdusta hendaknya dengan segera dan rendah hati yang bersangkutan ditegor. Ingat dan sadari bahwa berdusta akan mencelakakan diri sendiri daripada orang lain.



“Jauhkanlah jalan dusta dari padaku, dan karuniakanlah aku Taurat-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak. Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga. Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu “ (Mzm 119:29.72.89.101)



Jakarta, 22 September 2010

Romo Sumarya, SJ