HOMILI Sabtu-Minggu, 04-05 September 2010

Sabtu Pagi, 04.09.2010


"Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"

(1Kor 4:6b-15; Luk 6:1-5)

“Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: "Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"Lalu Yesus menjawab mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?" Kata Yesus lagi kepada mereka: "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat." (Luk 6:1-5), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Orang-orang Farisi memang begitu berpegang teguh pada tata tertib yang berlaku, mentaati dan melaksanakan apa yang tertulis apa adanya, tanpa memperhatikan semangat atau jiwa tata tertib tersebut. Dasar dan tujuan pembuatan dan pemberlakuan tata tertib adalah cintakasih, dengan kata cintakasih mendasari atau mengatasi tata tertib. Yang utama dan pertama-tama dihayati dan dilaksanakan adalah cinta kasih, itulah arti dari “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat”. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mawas diri: apakah cinta kasih menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Jika kita hidup dan bertindak berdasarkan atau dijiwai oleh cinta kasih hendaknya tidak was-was jika terpaksa hidup dan bertndak tidak sesuai/persis pada tata tertib yang berlaku. Cinta kasih itu bebas alias tanpa batas, sedangkan kebebasan dibatasi cinta kasih, artiinya kita dapat bertindak apapun asal tidak melecehkan harkat martabat manusia, entah diri kita sendiri maupun saudara-saudari kita yang kena dampak tindakan kita. Sebagai contoh konkret adalah suami-isteri yang saling mengasihi dapat berbuat apapun di kamar ketika sedang berduaan memadu kasih. Hendaknya kita mengasihi tanpa pandang bulu, SARA, pangkat, jabatan atau kedudukan. Jika ada orang yang sungguh membutuhkan cinta kasih, entah suku, agama atau ras apapun hendaknya ditanggapi secara positif. Kami berharap para pemimpin, atasan, orangtua atau pemuka hidup bersama dapat menjadi teladan dalam penghayatan atau pelaksanaan tata tertib yang dijiwai oleh cintakasih. Ingat dan hayati ajaran cinta kasih dari Paulus ini, yaitu “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7).


· “Kami bodoh oleh karena Kristus, tetapi kamu arif dalam Kristus. Kami lemah, tetapi kamu kuat. Kamu mulia, tetapi kami hina. Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah; kami telah menjadi sama dengan sampah dunia, sama dengan kotoran dari segala sesuatu, sampai pada saat ini” (1Kor 4:10-13), demikian kesaksian iman Paulus. Kesaksian iman Paulus ini kiranya baik menjadi bahan bagi kita untuk mawas diri: sejauh mana kita sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, hidup dan bertindak seperti Paulus tersebut, misalnya ketika dimaki memberkati, ketika dianiaya disikapi dengan sabar, ketika difitnah ditanggapi dengan ramah, dan siap sedia dinilai sebagai sampah masyarakat. Setia pada iman tidak akan terlepas dari aneka macam bentuk caci maki, fitnah maupun aniaya, entah secara jasmani maupun spiritual. Ingatlah dan hayati bahwa derita yang lahir dari kesetiaan hidup beriman adalah jalan keselamatan, jalan untuk hidup sejahtera dan damai sejati. Para ibu kiranya memiliki pengalaman penderitaan yang lahir dari kesetiaan sebagai seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya: bukankah anak-anak sering merepotkan ibu dan ibu menanggapinya dengan sabar, ramah dan penuh berkat?. Maka dengan rendah hati kami berharap kepada para ibu agar dapat menjadi saksi atau teladan dalam hal kesabaran, keramahan dan kemurahan hati atau berkat ketika sedang menderita atau mengalami cobaan hidup. Keutamaan kesabaran dan keramahan pada saat ini sungguh mendesak untuk dihayati dan disebarluaskan dalam kehidupan bersama dimanapun dan kapanpun.


“TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya. TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan. Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka.TUHAN menjaga semua orang yang mengasihi-Nya, tetapi semua orang fasik akan dibinasakan-Nya” (Mzm 145:17-20).


Jakarta, 4 September 2010 .



Romo. Ign Sumarya, SJ


Sabtu sore-Minggu, 04-05 September 2010
HARI MINGGU BIASA XXIII - HARI MINGGU KITAB SUCI
Keb 9:13-18; Flm 9b-10.12-17; Luk 14:25-33


"Yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku."

Akhir-akhir ini kita dengarkan melalui aneka informasi bahwa kesetiaan hidup terpanggil, entah menjadi imam, bruder atau suster maupun hidup berkeluarga sebagai suami-isteri cukup memprihatinkan. Ketidak-setiaan pada panggilan tersebut antara lain karena godaan atau rayuan kenikmatan seksual alias hubungan seksual yang begitu menguasai cara hidup dan cara bertindak banyak orang. Nafsu atau gairah seksual begitu mendominasi semangat maupun gaya hidup, yang tidak lain demi kenikmatan atau kepuasan diri sendiri. Bahkan dari aneka info yang dapat saya lihat atau peroleh dari situs-situs di internet ada kasus yang sungguh memprihatinkan, yaitu ada sementara gadis/perawan dengan sadar dan sengaja menjual keperawanannya kepada para hidung belang yang bersedia membayar mahal, demi kebutuhan uang atau ekonomi. Di satu sisi ada orang yang sungguh menderita kekurangan dalam hal ekonomi atau uang, dan di sisi lain ada orang berfoya-foya dengan uang demi kenikmatan seksual, untuk memenuhi gairah atau nafsu seksual yang begitu kuat dan menggebu-gebu. Uang dan seks memang saling kait mengait dan rasanya cukup banyak orang lebih dikuasai atau dijiwai oleh uang atau seks, yang tidak lain menunjukkan sikap mental.egois, dimana orang hanya mengikuti keinginan sendiri, pribadi, hidup dan bertindak seenaknya sendiri dan tidak memiliki kepekaan sosial sedikitpun.

"Yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku." (Luk 14:33)

"Ambillah ya Tuhan kebebasanku, kehendakku budi ingatanku. Pimpinlah diriku dan Kau kuasai Perintahlah akan kutaati. Hanya rahmat dan kasih dari-Mu, yang kumohon menjadi milikku Hanya rahmat dan kasih dari-Mu, berikanlah menjadi milikku. Lihatlah semua yang ada padaku, kuhaturkan menjadi milik-Mu. Pimpinlah diriku dan Kau kuasai. Perintahlah akan kutaati" (St.Ignatius Loyola). Doa dari St. Ignatius Loyola ini kiranya dapat dikatakan sebagai perwujudan inti sabda Yesus hari ini, antara lain "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku" (Luk 14:26-27). Maka baiklah sabda Yesus ini kita renungkan dan hayati dalam hidup kita sehari-hari sesuai dengan panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing.

Sebagai orang yang terpanggil kita diharapkan hidup dan bertindak sesuai dengan semangat atau spiritualitas cara hidup baru yang telah kita pilih dengan bebas, entah sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster. Maka pada kesempatan ini kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri sejauh mana kita setia pada spiritualitas cara hidup baru atau panggilan kita masing-masing, dan perkenankan di bawah ini saya sampaikan bantuan sederhana, mungkin dapat membantu dalam mawas diri:
1) Suami-isteri: Yang menjadi dasar dan pengikat hubungan serta hidup bersama suami-isteri adalah cintakasih, sebagaimana diikrarkan bersama ketika mengawali cara hidup baru, sebagai suami-isteri, yaitu `saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati'. Dengan menjadi suami-isteri, apakah bapak-ibu, kiranya tak mungkin hidup dan bertindak hanya mengikuti keinginan atau kemauan pribadi jika mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera. Dalam saling mengasihi dibutuhkan pengorbanan, sebagaimana Yesus mengasihi dunia, demi keselamatan dunia dan seluruh umat manusia, telah mengorbankan atau mempersembahkan Diri di kayu salib. Salah satu tanda dimana orang saling mengasihi adalah saling boros waktu dan tenaga, dan dengan demikian berarti juga saling berkorban. Maka kami harapkan anda berdua, suami dan isteri, untuk saling memboroskan waktu dan tenaga bagi pasangannya.
2) Bruder/suster atau anggota Lembaga Hidup Bakti: Awal cara hidup para anggota Lembaga Hidup Bakti antara lain ditandai dengan `kaul' atau `serah-setia', dimana orang menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui Lembaga Hidup Bakti yang ia masuki. Yang diserahkan antara lain apa-apa yang terkait atau ada hubungannya dengan keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Kesetiaan pada penyerahan diri ini butuh matiraga/lakutapa maupun pengorbanan. Apa saja yang telah diserahkan berarti bukan lagi menjadi miliknya dan jika ingin menggunakan harus minta izin kepada Tuhan melalui pembesar yang terkait. Keperawanan erat kaitannya dengan kenikmatan seksual maupun kehangatan kasih sebagaimana terjadi antar laki-laki dan perempuan yang menjadi suami-isteri. Setia pada panggilan berarti tidak mencari-cari atau memberi kesempatan pemenuhan kenikmatan seksual maupun kehangatan kasih tersebut, melainkan kenikmatan dan kehangatan bersama Tuhan. Melanggar keperawanan maupun ketaatan mungkin sulit dilihat, dan yang paling mudah dilihat adalah pelanggaran kemiskinan. Namun ketika terjadi pelanggaran kemiskinan pada umumnya keperawanan maupun ketaatan juga telah repuh. Kepada para anggota Lembaga Hidup Bakti kami ajak untuk hidup dan bertindak dengan sederhana, karena dalam kesederhanaan kiranya kita terbantu untuk setia pada panggilan kita.
3) Imam. Menjadi imam antara lain berfungsi sebagai `penyalur': penyalur rahmat atau berkat Tuhan bagi umat manusia dan doa, dambaan, keluh kesah, syukur, pujian dst.. dari umat manusia kepada Tuhan. Maka kami berharap kepada rekan-rekan imam untuk setia pada fungsi penyalur tersebut, yang antara lain ditandai oleh keutamaan-keutamaan seperti jujur, tranparant, rela berkoban, tidak korupsi dalam bentuk apapun, siap sedia menderita bagi umat manusia, dst.. Penyalur yang baik juga tidak pernah menyakiti orang lain.

"Siapa gerangan sampai mengenal kehendak-Mu, kalau Engkau sendiri tidak menganugerahkan kebijaksanaan, dan jika Roh Kudus-Mu dari atas tidak Kauutus?"(Keb 9:17)

Kutipan dari kitab Kebijaksanaan di atas ini kiranya dapat menjadi acuan bagi kita semua dalam menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan. Marilah kita sadari dan hayati bahwa aneka macam bentuk kebijakan yang kita terima maupun lakukan adalah anugerah Tuhan, karya Roh Kudus dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Segala macam jenis kekayaan yang kita miliki dan kuasai sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, misalnya kepandaian, kecerdasan, keterampilan, kesehatan, ketampanan atau kecantikan, harta benda atau uang, kehormatan duniawi dst.. Karena semuanya adalah anugerah Tuhan maka selayaknya kita fungsikan atau gunakan sesuai dengan kehendak Tuhan, demi keselamatan jiwa kita sendiri serta siapapun yang kita layani atau kena dampak cara hidup dan cara bertindak kita.

Tanda bahwa Roh Kudus dianugerahkan kepada kita, hidup dan berkarya dalam diri kita, maka cara hidup dan cara bertindak kita dijiwai oleh Roh sehingga menghasilkan buah-buah atau keutamaan-keutamaan seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Gal 5:22-23). Maka jika kita semua hidup dari dan oleh Roh Kudus berarti kita saling mengasihi, sabar, bermurah hati, setia, lemah lembuh dan rendah hati. Kita semua setia pada panggilan kita masing-masing dan dengan demikian hidup bersama sungguh merupakan tanda hidup bahagia dan damai sejahtera selama-lamanya di sorga.

"Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mzm 90:3-6)


Jakarta, 5 September 2010

Romo Ign Sumarya, SJ