HOMILI: Pesta St. Teresia dari Kanak-kanak Yesus

“Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga”

(Sir 66:10-14c; Mat 18:1-5)

“Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?" Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku." (Mat 18:1-5), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Teresia dari Kanak-kanak Yesus, perawan dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· St.Teresia yang kita kenangkan hari ini terkenal karena ketaatan dan kerendahan hatinya. Ia begitu mempersembahkan diri seutuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi atau kehendak Tuhan, siap sedia dengan jiwa besar dan rela berkorban untuk melaksanakan kehendak Tuhan dalam situasi atau kondisi apapun, sebagaimana seorang anak kecil yang siap sedia diperlakukan apapun oleh orangtuanya, khususnya oleh ibunya. Ia juga sebagai pujangga Gereja karena mensharingkan pengalaman iman, ketaatan dan kerendahan hatinya kepada sesamanya dimanapun dan kapanpun. Ia sungguh meneladan kerendahan hati Yesus sebagaimana dikatakan oleh Paulus dalam suratnya kepada umat di Filipi “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil 2:5-8). Maka marilah sebagai umat beriman di dalam hidup sehari-hari dimanapun dan kapanpun kita hidup dan bertindak dijiwai oleh ketaatan dan kerendahan hati. Dengan taat dan rendah hati kita hayati atau laksanakan aneka tatanan dan aturan atau tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Hari ini kita juga memasuki bulan Oktober, yang oleh Gereja Katolik dijadikan bulan rosario, dimana kita diajak untuk berdevosi kepada Bunda Maria, teladan umat beriman, dengan berdoa rosario serta meneladan ketaatan dan kerendahan hatinya.

· Yesus di kayu salib yang haus, saya akan memberikan air padaMu. Saya akan menderita sedapat mungkin, agar banyak orang berdosa bertobat” (Ensiklopedi Orang Kudus, CLC – Jakarta 1985, hal 292), demikian salah satu doa St.Teresia. Apa yang ia doakan ini juga dihayati dalam hidup sehari-hari, antara lain Teresia hidup sederhana, ketika kena marah atau diejek ia tetap tersenyum dan ceria, tidak membalas kemarahan atau ejekan tersebut, bahkan kiranya ia berdoa sebagaimana Yesus di puncak kayu salib, puncak penderitaanNya, mendoakan mereka yang menyalibkanNya “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."(Luk 23:34). Kiranya masing-masing dari kita juga sering dimarahi atau diejek orang lain, disakiti atau dilecehkan, maka baiklah jika kita mengalami hal itu dihayati sebagai anugerah atau rahmat Allah, kesempatan untuk menyatukan diri pada Yang Tersalib, sebagaimana kita sering membuat tanda salib sambil menepuk dahi/otak, dada/hati, dan bahu, yang berarti kita berkehendak atau berhasrat untuk bersatu dan bersama dengan Yang Tersalib dalam hidup dan cara bertindak kita. Kami berharap kepada siapapun yang dalam hidup bersama cukup berpengaruh, entah sebagai atasan atau pemimpin, untuk menjadi teladan dalam hal ketaatan maupun kerendahan hati, “merendahkan diri dan menjadi seperti anak kacil”, hidup dan bertindak untuk melayani bukan dilayani dengan tetap senyum dan ceria ketika harus menghadapi tekanan, masalah maupun beban berat atau dilecehkan dan direndahkan. Ketaatan dan kerendahan hati merupakan keutamaan utama dan pertama, yang menjadi nyata dalam hidup dan bertindak saling melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Marilah kita dukung para gembala kita, Paus dan para Uskup, yang senantiasa berusaha untuk rendah hati dan melayani dengan sepenuh hati.

“TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!” (Mzm 131)

Jakarta, 1 Oktober 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ