Hari Terakhir di Roma yang Mengesankan

Cerita Perjalanan Mgr. Johannes Pujasumarta Jumat, 24 September 2010

Hari Terakhir di Roma yang Mengesankan

Jumat, 24 September 2010




Roma, Fiumicino, Jumat, 24 September 2010, jam 15.30 saya sudah berada di ruang tunggu bandara Fiumicino, untuk pulang ke Indonesia, lewat Amsterdam, dengan pesawat KLM 1604, yang akan berangkat terbang pada jam 17.05. Penumpang masuk pesawat pada jam 16.35.


Hari terakhir di Roma saya gunakan untuk berkunjung ke Universitas Santo Thomas Aquino Angelicum. Jam 10.00 tadi saya tinggalkan Casa Generalizia, ditemani Pst. Purwa. OSC. Kami cari bus no. 170 yang berhentii di fermata tidak jauh dari Universitas. Tidak asing lagi saya masuk ke Universitas itu, karena selama 4 tahun, 1983-1987, tempat itulah yang paling kerap saya datangi. Saya ingin menemui dua orang Profesor yang menjadi pembimbing penulisan doktorat saya. Dalam hati saya berharap, syukur bisa ketemu keduanya. Ketemu seorang di antara mereka OK. Kalau tidak seorang pun, ga pa pa juga.



Kebetulan saja saya masuk Kantor Sekretariat Universitas. Ah, saya sungguh terheran-heran! Di ruang kantor ada Padre Boriello, sedang berbincang-bincang dengan Maurizio, karyawan kantor. Mereka berdua masih menengenal saya, meskipun sudah 23 tahun tidak berjumpa. Inilah sautu kebetulan yang menjadi persitiwa mengesankan. Padre De Cea tidak bisa saya temui, karena baru seminggu kemudian akan kembali dari liburan musim panas. Oleh Maurizio saya diberi buku program studi Universitas Santo Thomas Angelicum 2010-2011. Untuk kenang-kenangan, katanya. Saya terima buku itu dengan sukacita. Lumayan bisa digunakan untuk sesi foto.


Tahun 1983-1986, waktu itu belum digunakan komputer. Semua kegiatan tulis menulis saya kerjakan dengan mesin ketik turun temurun. Pada tahun-tahun terakhir studi saya di Roma, beberapa teman kuliah mulai menggunakan komputer. Kebiasaan bercerita dan berbagi cerita telah saya lakukan sejak lama. Pada masa Adven 1983, saya tulis surat panjang kepada Bapak Ibu dan saudari-saudara saya, dalam bahasa Jawa: “Serat-serat ing Wiwitaning Mangsa Adven 1983”.

Setelah berkeliling melewati gang-gang Universitas itu dan melihat taman, kami tinggalkan Universitas Angelicum. Pst. Purwa menawari saya untuk pulang jalan kaki saja.Lewat jalan pintas, tidak terlalu jauh. Kami berjalan berdua, seperti hendak kembali ke Emaus, sambil berbincang-bincang tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini, bercerita tentang bangunan-bangunan kuno yang terserak di mana-mana, dan dikunjungi oleh para turis dari berbagai negara. Semua tentu mendatangkan devisa.



Ketika hampir sampai rumah, saya mampir kapel adorasi Ekaristi Basilika Santa Anastasia, sedangkan Pst. Purwa langsung menuju rumah. Saya ingin bersyukur kepada Tuhan Yesus, yang saya alami benar-benar menjadi teman seperjalanan yang menyenangkan, dan membuat hati saya aman. Jam 12.15 saya kembali ke Casa Generalizia untuk misa komunitas pada jam 12.40.



Misa dipimpin oleh Fr. Francis Scheets, dari Phoenix Community, USA. Terinsipirasi dari bacaan Injil mengenai pertanyaan yang diajukan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya, “Menurut banyak orang, siapakah Aku ini?”, Fr. Bud Scheet menguraikannya dalam konteks dunia modern yang telah begitu berubah selama dua puluh tahun ini, karena kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi komunikasi. Menurut orang zaman sekarang, siapakah Yesus?



Tentu sebagai murid-murid Tuhan, perlu kita memiliki pengalaman pribadi dengan Yesus, agar mampu membantu orang-orang zaman sekarang untuk mengenal Tuhan secara benar. Ekaristi merupakan peristiwa yang paling jelas untuk mengalami Yesus, dan menjadikan sumber pewartaan bagi orang-orang zaman sekarang.

Setelah misa selesai, makan makan siang bersama, perjamuan terakhir sebelum Roma saya tinggalkan. Pada waktu itu juga saya pamitan kepada pastor-pastor OSC yang telah menyediakan tempat singgah selama saya di Roma, setelah mengikuti Seminar untuk Uskup (5-18 September 2010). Terimakasih karena saya telah pernah berada di Tempat Cahaya, untuk meneruskan nyala semangat hidup OSC yang merayakan Iubileum 100 Tahun berdirinya OSC. Setelah makan siang, Pst. Purwa dan diakon Mammouth mengantar saya ke bandara Fiumcino, Roma.


Semua persiapan lancar, dan jam 15.30 saya sudah di ruang tunggu, gate B5 untuk terbang kembali ke Indonesia. Bebrapa menit sebelum berangkat diumumkan penumpang masuk pesawat melalui gate B3. Hari ini sungguh menjadi hari terakhr di Roma yang mengesankan.

Roma – Amsterdam ditempuh selama dua jam sepuluh menit. Sampailah saya di bandara Schipol, Amsterdam, untuk singgah sebenar ganti pesawat. KL 1604 kami tinggalkan dan pindah ke KL 0809. Saya cari gerbang F4, tempat pemeriksaan barang-barang lagi. Setelah diperiksa, segera masuk pesawat KL 0809, dan tak lama kemudian kami tinggalkan Schipol menuju Cengkareng Jakarta.



Saya mendapatkan tempat duduk di pinggir jalan, dengan nomor 22F. Pesawat ini sebelum sampai Cengkareng singgah sebentar lebih dahulu di Kuala Lumpur.

Di pesawat ini dari tampangnya apa lagi dari bahasa yang digunakan saya lihat cukup banyak orang Indonesia. Duduk di samping saya seorang Ibu yang sedang dalam perjalanan kembali ke Indonesia dari tugas dinasnya di Louxemburg, Belgia. Pada waktunya makan malam dihidangkan. Saya pilih pasta. Minum jus apel, dan kemudian susu. Pikir saya, setelah makan malam saya akan tidur saja. Yuk bubu, ngantuk aku, zzzzzzzzz

Sabtu, 25 September 2010, entah berapa jam saya tidur malam ini. Malam tadi oleh pramugari dibangunkan untuk minum ice cream, dan segelas air. Lalu bubu lagi sampai pagi. Ketika saya lihat peta perjalanan ini pesawat yang kami tumpangi sedang terbang di atas India, teluk Bengala, kira-kita 1.500 - 800 km lagi akan mendarat di Kualalumpur pada jam 15.06 (Waktu Malaysia, satu jam lebih dahulu daripada WIB). Saya lewati perjalanan malam. Tahu-tahu sudah sore, tanpa pagi dan siang hari. Kuq bisa ya?Qi qi qi….

Sudah tiga minggu BB tidak aktifkan, untuk pengiridan saja. Kalau bisa dilakukan lebih murah, apalagi gratis, mengapa harus dipilih yang lebih mahal? Selama itu media komukasi yang saya andalkan adalah internet, kalau ada, di mana pun. Kalau tidak ada internet, ya hubungan batin saja, kalau pas doa, atau mimpi, dlll. Tak lama lagi akan sampai di Tanahair. Sabarlah.



Penerbangan dari Kualalumpur ke Jakarta membutuhkan waktu satu jam 20 menit. Ketika waktu menunjukkan jam 17.10 pesawat meletakkan roda-rodanya di landasan Cengkareng dengan tenang. Dan berhenti pada jam 17.15. Kemudian pesawat merapat ke pintu belalai yang menghubungkan pesawat dan bandara. Saya tiba di Tanahair kembali dengan selamat, setelah saya tinggalkan tiga minggu yang lalu pada petang yang sama, Sabtu, 4 September 2010.



Saya sampai di Green House menjelang tengah malam. Aku hirup udara malam ini, ketika hujan rintik-rintik membahasi kota Bandung yang sedang merayakan ulangtahunnya yang ke-200. Aku hirup aroma harum bunga putih, yang menyambut kedatanganku. Harumnya kembang mewangi merasuki seluruh tubuhku pada tengah malam ini ketika hari berganti menjadi Minggu, 26 September 2010. Terimakasih, Tuhan. Engkau telah menjadi teman seperjalananku selama ini.

Saya haturkan terimakasih kepada Kongregasi Engavelisasi Bangsa-Bangsa yang telah menyelenggarkan Seminar untuk Uskup (5-18 September 2010); kepada Staf Collegio San Paolo Apostolo, Via di Torre Rossa 40 – Roma yang telah menyediakan tempat yang menyuburkan nostalgia saya; kepada Staf Kedutaan Besar Vatikan untuk Indonesia yang telah memperlancar pengurusan visa; kepada mbak Retna dari Kantor Sekretariat KWI yang mengurus tiket PP, dan teman-teman Kuria Keuskupan Bandung yang membuat saya tenang mengadakan perjalanan ini.

Saya ucapkan terimakasih kepada teman-teman di Roma, don Camillo Pantus di Collegio an Paolo, dan para pastor di Collegio San Pietro, yang dengan berbagai macam cara telah ikut serta menjadikan perjalanan ini perjalanan yang sangat mengesankan dan penuh berkah. Secara khusus saya ucapkan terimakasih kepada Komunitas Crosier Casa generalizia OSC yang memberi tumpangan kepada saya. Saya ucapkan terimakasih kepada teman-teman semua yang telah menyertai saya melewati perjalanan ini dengan perhatian dan doa. Sekali lagi terimakasih.

Jakarta, 25 September 2010

Salam, doa ‘n Berkat Tuhan,

+ Johannes Pujasumarta
Uskup Keuskupan Bandung