20 September: St. Andreas Kim Taegon, St. Paulus Chong Hasang

St. Andreas Kim Taegon adalah seorang imam dan St. Paulus Chong Hasang adalah seorang awam. Kedua martir ini mewakili 113 umat Katolik yang wafat sebagai martir karena iman mereka di Korea. Mereka dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II pada saat paus mengunjungi Korea pada 1984.

Ajaran Kristen menyebar ke Korea pada abad ke-17 melalui pewartaan kaum awam. Umat yang percaya memilihara iman mereka dengan Sabda Tuhan. Mereka bertumbuh serta berkembang secara diam-diam. Kemudian imam-imam misionaris datang dari Perancis. Umat Korea diperkenalkan kepada Sakramen Gereja. Mereka mengalami penganiayaan dari pemerintah yang pasang surut sepanjang abad ke-19. Seratus tiga umat Korea wafat sebagai martir antara kurun 1839 hingga 1867. Sepuluh orang anggota Serikat Misi Asing dari Paris juga wafat sebagai martir, yaitu tiga orang uskup beserta tujuh orang imam, sehingga jumlah mereka seluruhnya yang wafat sebagai martir adalah 113 orang.

Andreas Kim Taegon dan Paulus Chong Hasang mewakili kemuliaan serta keberanian umat Katolik Korea yang telah membayar mahal cinta mereka kepada Kristus. St. Andreas Kim Taegon adalah imam pertama Korea. Ia wafat sebagai martir pada 16 September 1846, hanya satu tahun setelah ditahbiskan. Ayah Andreas Kim telah mendahuluinya menjadi martir pada 1821. Paulus Chong Hasang adalah seorang katekis awam yang pemberani. Ia wafat sebagai martir 22 September 1846. Sekarang Gereja berkembang pesat di Korea. Karunia iman diterima karena kurban persembahan para martir telah menjadi pembuka jalan. Pesta Peringatan: 20 September

“Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur

(Ams 3:27-34; Luk 8:16-18)

"Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya. Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan. Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya." (Luk 8:16-18), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Andreas Kim Tae-gon, imam, dan Paulus Cong Ha-sang dkk, martir Korea, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Apa yang disebut ‘pelita menyala’ dalam diri kita adalah nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup, anugerah Tuhan, yang ada pada diri kita, yang kita miliki. Keutaman-keutamaan itu misalnya “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal 5:22-23). Kita semua dipanggil untuk menghayati dan menyebarluaskan keutamaan-keutamaan tersebut dalam hidup kita sehari-hari dimanapun dan kapanpun. Memang untuk itu kita tidak akan terlepas dari aneka tantangan, hambatan maupun masalah, mengingat dan memperhatikan di dalam kehidupan bersama masih marak kemerosotan moral, kebalikan dari keutamaan-keutamaan tersebut, yaitu “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya” (Gal 5:19-21). Maka menghayati dan menyebarluaskan keutamaan-keutamaan tersebut di atas untuk masa kini merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran iman kita, meneladan para martir dari Korea yang kita kenangkan pada hari ini. Kami berharap keutamaan-keutamaan tersebut di atas sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan para orangtua/bapak-ibu dan kemudian diperdalam dan diperluas di sekolah-sekolah. Sekolah-sekolah hendaknya lebih mengutamakan agar para peserta didik tumbuh berkembang sebagai pribadi yang baik, cerdas beriman dan bermoral, bukan unggul dalam ilmu pengetahuan atau kepandaian/ kecerdasan otak.

· “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: "Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi," sedangkan yang diminta ada padamu” (Ams 3:27-28).Di dalam hidup sehari-hari, dalam kesibukan dan pelayanan kita, kiranya kita sering didatangi orang lain dengan berbagai cara untuk minta bantuan. Bantuan yang diharapkan dapat berupa harta benda, uang atau tenaga dan perhatian/waktu kita. Harta benda atau uang kiranya belum tentu kita semua memilikinya, namun kita semua memiliki tenaga dan waktu. Salah satu atau mungkin bentuk utama dari kasih dan perhatian adalah pemborosan waktu dan tenaga bagi yang terkasih atau yang harus diperhatikan. Maka dengan ini kami berharap kepada kita semua untuk tidak pelit dalam hal waktu dan tenaga bagi yang terkasih serta mereka yang membutuhkan bantuan kita. Semakin orang merasa kurang waktu dan tenaga pada umumnya mereka semakin dimintai bantuan, meskipun demikian mereka dengan baik dan mengatur diri sehingga mereka yang minta bantuan dapat dilayani, dan demikian mereka semakin sosial, sebaliknya mereka yang merasa memiliki banyak waktu dan tenaga pada umumnya cenderung untuk memboroskan waktu dan tenaga demi diri sendiri alias semakin egois Marilah kita tingkatkan dan perdalam kepedulian kita terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan, yang berteriak-teriak minta bantuan. Baiklah kita renungkan dan hayati juga kutipan ini “Janganlah merencanakan kejahatan terhadap sesamamu, sedangkan tanpa curiga ia tinggal bersama-sama dengan engkau. Janganlah bertengkar tidak semena-mena dengan seseorang, jikalau ia tidak berbuat jahat kepadamu. Janganlah iri hati kepada orang yang melakukan kelaliman, dan janganlah memilih satu pun dari jalannya, karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat” (Ams 3:29-32)

Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya” (Mzm 15).

Jakarta, 20 September 2010

Romo. Ign Sumarya, SJ