Purbayan di tengah Rakyat dan Ningrat (Edisi 1)

Pada bulan Nopember 1827 muncullah pertama kali seorang imam Katolik di daerah Kasunanan Surakarta, yaitu Lambertus Prinsen. Ia diajak oleh Komisaris Jendreal De Bus de Gisignies menyertainya mengunjungi Kraton Surakarta. Pastor itu adalah salah satu dari dua imam Projo 1), yang pada tahun 1808 diizinkan oleh Pemerintah Kolonial memasuki India Belanda. Sejak VOC atau Verenigde Oostindische Compagnie pada tahun 1605 mulai berkuasa di Kepulauan Maluku, orang-orang Belanda memusnahkan dulu Misi Katolik setempat yang sudah mulai berkembang, dan selanjutnya melarang segala kegiatan Katolik di seluruh daerah kekuasaannya. Bagi orang-orang Katolik di negerinya sendiri situasi itu juga gawat! Akan tetapi sebagai akibat dari Revolusi Perancis yang memproklamirkan "Liberte-Egalite-Fraternite" atau "Kebebasan-Kesamaan-Persaudaraan", umat Katolik di Negeri Belanda memperoleh kembali kebebasan bergerak. Kesempatan itu langsung dipakai oleh pemimpin Gereja setempat untuk mengutus imam Projo ko India Belanda, yaitu Yakobus Nelissen (55 tahun) dan Lambertus Prinsen (29 Tahun). Pada tanggal 4 April 1808 mereka turun dari kapal di Sunda Kelapa, lalu membuka halaman baru dalam buku sejarah Gereja Katolik di India Belanda. (bersambung)

1) Imam Projo atau Imam Diosesan atau Imam Sekulir adalah imam yang menyerahkan diri seumur hidup bagi Karya Kristus dan mengikat diri pada salah satu keuskupan yang tertentu, lalu berada di bawah uskup setempat sebagai atasannya. Hebat juga dua orang itu mau diutus dan meninggalkan posisi yang mantap di negerinya sendiri untuk terjun ke dalam sebuah karya yang masih gelap bentuknya.

Sumber:Purbayan di tengah Rakyat dan Ningrat, ditulis oleh Rm. R. Kurris, SJ -- Halaman 4